JAKARTA- Bunyi sirine mobil polisi saling bersahutan. Suara teriakkan demi teriakkan juga saling berebutan. Diiringi terik matahari, Ayana Ali ikut menjadi satu dari ratusan pengungsi Afghanistan yang hadir dalam aksi demo di depan kantor Badan Pengungsi PBB (UNHCR) Selasa, (24/8/2021).
Ali adalah satu dari sekian banyak warga Afghanistan yang kini bisa dikatakan nasibnya terkatung-katung di Indonesia. Pasalnya mereka sudah bertahun-tahun menjadi pencari suaka.
Remaja 16 tahun itu mendarat di Indonesia 6 tahun lalu bersama pengungsi lain. Kini ia dan 4 saudara kandung beserta ibunya tinggal di sebuah rumah susun di kawasan Serpong, Tangerang Selatan.
Ali hadir dalam aksi demonstrasi dengan penuh harapan untuk bisa berdialog langsung dengan pihak UNHCR. Ia, ingin meminta kepastian tentang nasibnya bersama ratusan rekan senegaranya.
Kepada Indonesia Parlemen, Ali mengungkapkan sejumlah harapan besarnya mengapa ia ikut dalam aksi demonstrasi di kantor UNHCR tersebut.
“Kami tidak meminta banyak hal. Hanya tolong beri kejelasan tentang nasib kami bagaimana. Kami sudah bertahun-tahun menjadi pengungsi. Kami tidak bisa kembali ke Afghanistan karena situasi di sana sekarang sangat berbahaya, “kata Ali yang fasih berbicara bahasa Inggris dengan logat Persia yang kental.
Ia mengatakan, saat ini yang terpenting adalah ia dan yang lainnya bisa pergi dari Indonesia dan dibukakan akses menuju negara lain karena di Indonesia ia tidak bisa mendapat fasilitas apapun.
“Saya tidak memilih ingin ditempatkan dimana. Yang terpenting bisa keluar dari sini (Indonesia). Kami bukan warga sini. Kami tidak daapat fasilitas apapun apalagi dokumen sebagai warga negara. Itu sangat menyulitkan. Di Indonesia kami tidak bisa bekerja. Jika kami ketahuan bekerja maka kami akan dikenai sanksi. Lalu kami harus bagaimana?ini seperti membunuh kami perlahan, “ujarnnya lagi.
Ali mengungkapkan, untuk bertahan hidup selama ini ia hanya mengandalkan bantuan uang tunai dari UNHCR setiap bulannya dengan nominal Rp.500.000. Bahkan, lantaran sangat terhimpit keadaan, beberapa pengungsi memilih untuk mengakhiri hidupnya.
“Sangat sulit. Ini sangat sulit. Kami juga manusia. Jadi saya mohon perlakukan kami sebagai manusia juga. Bertahan hidup di negara orang dengan nominal Rp. 500.000 setiap bulan itu bukan hal yang mudah. Kami bisa mendapat uang jika kami bekerja. Tapi sekarang bagaimana bisa? Beberapa dari kami bahkan bunuh diri karena sangat frustasi, “tuturnya.
Dijelaskan Ali, pihak UNHCR tak memberikan respon apapun padahal para pengungsi kerap mengirim email berisi aduan dan pertanyaan. Tapi tak kunjung mendapat balasan hingga akhirnya mereka memilih untuk datang langsung ke kantor UNHCR.
“Kami sudah email. Kami kirim WhatsApp, semua kami coba tapi bahkan bertahun-tahun tak ada jawaban. Kami harus bagaimana? Mengadu pada siapa?meminta tolong pada siapa? Bahkan negara kami sekarang hancur. Presiden kami melarikan diri, “. ungkapnya dengan air mata yang tertahan.
Di tengah situasi yang sangat sulit, Ali mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia karena telah menampung para pengungsi Afghanistan. Ia juga berharap Indonesia bisa membantu menemukan jalan keluar terbaik bagi mereka.
“Kami juga berterima kasih kepada pemerintah Indonesia. Atas segala bantuan dan kebaikannya selama ini. Terima kasih. Dan kami memohon dengan hati terdalam untuk membantu kami agar bisa hidup normal seperti kebanyakan warga negaara lain. Itu saja., “tutup Ali.
Tinggalkan Balasan