JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya provinsi Jawa Tengah saja yang realisasi belanjanya lebih tinggi dari realisasi pendapatan.
“Provinsi Banten kan transfer daerahnya cukup besar, namun belanjanya masih jauh lebih rendah, sedangkan Jawa Tengah itu ketika di transfer dan langsung di belanjakan,” dikutip dari paparan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (27/9/2021).
Sri Mulyani mengatakan, mayoritas dari ke-33 provinsi selain Jawa Tengah, jumlah belanjanya lebih rendah dari yang sudah ditransfer oleh pusat.
Tercatat pada Januari hingga Agustus 2021, realisasi pendapatan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai 53,7% dari target. Adapun, realisasi belanja APBD hingga Agustus 2021 tercatat 44,2% dari target.
Jika ditinjau lebih jauh terdapat selisih sekitar 9,5% antara belanja dengan pendapatan.
Selain itu, Dia menilai, bahwa pemerintah pusat sudah melakukan transfer dana ke daerah atau APBD sesuai dengan tata kelola penyaluran. Namun, pemerintah daerah masih belum membelanjakan dananya sesuai dengan yang mereka terima.
Tercatat 34 provinsi di Indonesia, hanya Jawa Tengah yang menggunakan realisasi belanja di atas realisasi pendapatan, yaitu hanya selisih 0,63%. Sebaliknya, Provinsi Banten mencatatkan realisasi belanja paling kecil dibandingkan pendapatannya, yakni selisih 19,7%
Lambatnya realisasi belanja APBD tersebut bisa dilihat dari naiknya simpanan dana pemerintah daerah di perbankan. Pada Agustus 2021, simpanan pemerintah daerah tercatat sebesar Rp 178,95 triliun atau naik 3,01% month to month atau Rp 5,22 triliun.
Sementara, untuk provinsi dengan nilai simpanan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya operasional dalam jangka tiga bulan ke depan yaitu, selisih tertinggi adalah Jawa Timur sebesar Rp 9,9 triliun, Aceh sebesar Rp 4,3 triliun, dan Jawa Tengah sebesar Rp 4,2 triliun.
Sri Mulyani menghimbau agar pemanfaatan kas di daerah dapat lebih optimal lagi, sehingga terlambatnya realisasi APBD tersebut tidak berimbas buruk, baik secara langsung maupun tidak kepada masyarakat.
“Salah satu dampak yang paling terlihat dari lambannya realisasi anggaran adalah terlambatnya penyerahan insentif tenaga kesehatan,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan