JAKARTA – Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan survei untuk melihat pola perjalanan di masa libur Natal dan Tahun Baru 2022 atau Nataru. Survei menunjukan 13% responden berniat melakukan perjalanan di akhir tahun.
Menurut Kemenhub, jumlah tersebut setara dengan 34,6 juta orang.
Jumlah tersebut lebih besar dari perkiraan pemerintah. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan sekitar 19,9 juta orang akan bepergian sepanjang Nataru 2021.
Selain kasus Covid-19 yang terus mengalami penurunan, vaksinasi Covid-19 juga membuat masyarakat lebih percaya diri untuk keluar dari rumah dan melakukan perjalanan antar kota maupun provinsi.
“Diperkirakan akan terjadi pergerakan masyarakat pada Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, karena berbagai lokasi wisata rencananya akan dibuka,” kata Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, dalam keterangan resminya.
Berdasarkan jenis pekerjaan, potensi pergerakan tertinggi berasal dari mereka yang berstatus karyawan swasta yakni 27,65%.
Diikuti pelajar/mahasiswa 18,27%, pekerja dengan penghasilan harian/tidak tetap 13,16%, ibu rumah tangga 9,21%, wirausaha/pedagang 9,02%, dan belum dapat pekerjaan sebesar 8,9%.
Kemudian terkait alasan melakukan perjalanan, sebesar 30,2% beralasan melakukan perjalanan untuk pulang kampung.
Lalu untuk berlibur 24%, merasa jenuh dengan rutinitas selama pandemi 17,6%, dan melakukan perjalanan dinas sebesar 15,5%.
“Sementara yang melakukan perjalanan di akhir tahun untuk merayakan natal hanya 9,6%. Sedangkan yang menjalani tradisi natal dan tahun baru di luar kota hanya 2,9%,” ujarnya.
Provinsi yang menjadi tujuan perjalanan paling tinggi adalah Provinsi Jawa Tengah disusul dengan Jawa Timur.
Puncak pergi Natal diperkirakan Jumat 24 Desember 2021. Namun demikian diperkirakan sebagian besar masyarakat melakukan perjalanan sebelum 17 Desember 2021.
Kemudian, puncak pergi Tahun Baru diperkirakan Jumat 31 Desember 2021 mendatang.
Moda paling banyak digunakan masih tetap sepeda motor dan mobil pribadi.
“Sementara itu,puncak balik untuk Nataru terjadi setelah 3 Januari 2022, dan moda yang paling banyak digunakan adalah sepeda motor dan mobil pribadi,” kata Djoko.
Khusus hasil survei untuk wilayah Jawa dan Bali, menunjukkan potensi perjalanan orang pada masa libur Nataru diperkirakan sebanyak 12,8% atau sebanyak 19,98 juta orang.
Jumlah orang yang berniat bepergian secara lokal di wilayah Jawa dan Bali tetapi tidak melakukan perjalanan ke luar kota selama libur Nataru adalah sebesar 9,5% atau sebanyak 12,94 juta orang.
Di sisi lain, untuk hasil survei wilayah Jabodetabek, menunjukkan potensi perjalanan orang pada masa libur Nataru sebanyak 13,5% atau sekitar 4,46 juta orang.
Alasan terbesar bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan lokal adalah untuk berwisata.
“Artinya akan terdapat pergerakan dalam wilayah aglomerasi yang cukup tinggi di Jabodetabek.. Diperkirakan puncak hari keberangkatan terjadi sebelum 17 Desember,” tutur Djoko.
Survei pola perjalanan di masa libur Natal dan Tahun Baruini dilakukan 11-20 Oktober 2021, sementara survei sejenis tahun lalu dilaksanakan pada 29 November-11 Desember 2020.
Djoko mengingatkan masih ada perubahan pola berpikir masyarakat untuk melakukan pergerakan Nataru tahun ini.
Selain adanya beberapa perubahan kebijakan yang mendadak dengan persyarakatan agak melonggarkan, tentunya ada sebagian warga berkeinginan melakukan mobilitas.
Kendati jumlahnya cukup tinggi yakni 34,6 juta. Jumlah responden yang mengaku berniat bepergian selama Nataru tahun ini lebih kecil dibandingkan survei pada tahun lalu yakni 24%.
Sementara itu, sebanyak 87% atau setara dengan 231,6 juta warga tidak akan melakukan perjalanan antarkota di akhir tahun.
Djoko menjelaskan terdapat beberapa alasan mengapa warga memilih untuk tidak bepergian saat libur Nataru.
“Salah satunya karena anak-anak sekolah sudah mulai melaksanakan belajar tatap muka, menjadi pertimbangan untuk tidak memilih bepergian,” kata Djoko.
Selain itu, Djoko menyebut bahwa para pegawai atau pekerja sudah mulai aktif bekerja dan mendekati normal.
Kondisi ini menekan keinginan masyarakat untuk bepergian atau untuk pulang kampung atau liburan pada Natal dan Tahun Baru karena dinilai akan menghabiskan banyak biaya.
Masyarakat lebih memilih memperbaiki perekonomian keluarga yang sempat terpuruk selama masa pengetatan kegiatan dan mobilitas karena berkurangnya pendapatan keluarga.
“Alasan tidak melakukan perjalanan dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain perkiraan adanya gelombang ketiga Covid-19 di akhir tahun yang mempengaruhi minat masyarakat dalam melakukan perjalanan,” ujar dia.
Djoko menambahkan, faktor lain yang juga mempengaruhi keinginan masyarakat untuk bepergian adalah masih ketatnya persyaratan perjalanan yakni masa berlaku.
Juga, biaya tes swab PCR dan Antigen yang mengakibatkan adanya penambahan biaya perjalanan.
Tinggalkan Balasan