JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan adanya perbuatan melawan hukum. Untuk itu tim jaksa penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menaikkan penanganan kasus ekspor minyak goreng Tahun 2021-2022 ke penyidikan.
Diketahui penanganan kasus naik ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022. Salah satu dugaan pelanggaran hukum, yakni dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dan harga penjualan di dalam negeri (DPO).
“Yang pertama ada PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
Lalu, PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) juga mendapatkan persetujuan ekspor dari Kemendag. Menurut Ketut, penyidik menemukan adanya kesalahan karena perusahaan tidak memedomani pemenuhan kewajiban DMO dan DPO sehingga melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya di atas Rp10 ribu.
“Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor,” ucap dia.
Ketut mengatakan penerbitan persetujuan ekspor yang bertentangan dengan hukum itu mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng dalam kurun waktu 1 Februari sampai 20 Maret 2022. Bahkan terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng.
Sebelumnya, masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan penyimpangan tata kelola ekspor crude palm oil (CPO) terkait minyak goreng ke Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Dia menduga ada aturan yang dilanggar dalam ekspor tersebut sehingga mengakibatkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
“Ada beberapa aturan yang bisa jadi ini disimpangi. Saya menduga, sebenarnya tidak ada kuota ekspor, atau kuota ekspornya itu sebenarnya 10 tapi ternyata yang diekspor 50. Jadi melebihi kuota ekspor,” kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (15/3/2022).
Tinggalkan Balasan