JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk mengkordinasikan dua lembaga penegak hukum Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus investasi bodong Indosurya.
Sebagai informasi, direktur Utama Indosurya Henry Surya telah dibebaskan dari Bareskrim karena masa tahanan telah habis.
“Selain menimbulkan kekecewaan publik yang dirugikan pada gilirannya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada Polri dan pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum pada masyatakat,” kata IPW dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Indonesiaparlemen.com, Minggu (26/6/2022).
IPW menduga, terjadi konflik pendapat atau opini hukum antara kepolisian dengan Kejagung terkait pengembalian berkas perkara agar dilengkapi (P19).
“Dengan banyaknya petunjuk jaksa yang tidak mampu dipenuhi oleh polisi hanya memperlihatkan ego sektoral atau kelembagaan antara Polri dan Kejagung, yang ujungnya masyarakat dirugikan karena dengan ratusan petunjuk P19 lepasnya tersangka dirut PT Indosurya,” jelas IPW.
IPW meminta Kapolri agar mengevaluasi penyidik Bareskrim untuk mengehtahui adanya dugaan permainan uang atas lepasnya tersangka.
“Jaksa Agung harus mengevaluasi jaksa pemeriksa berkas perkara atas lepasnya tersangka dari tahanan,” tandas IPW.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membebaskan dari tahanan dua tersangka kasus penipuan investasi dana nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, HS dan JI.
“Masa penahanan di Polri habis selama 120 hari, berkas perkaranya belum dikembalikan dari jaksa ke Polri, maka penyidik harus mengeluarkan tersangka yang ditahan demi hukum,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan seperti dilansir Antara.
Whisnu menyebutkan, perkara tetap berjalan meskipun para tersangka tidak ditahan. Dibebaskannya kedua tersangka dari penahanan sesuai dengan KUHAP.
“Setiap orang (tersangka) maksimal ditahan selama 120 hari. Maksimal sesuai undang-undang KUHAP, tidak boleh lebih, bisa melanggar HAM,” ucap Whisnu.
Tinggalkan Balasan