JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya melakukan penyelesaian konflik agraria pada sejumlah titik di Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang bersinggungan dengan aset kementerian/lembaga (K/L) negara.
Hal ini sebagai langkah awal berupa koordinasi untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria yang sifatnya lintas sektoral.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni mengungkapkan, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo berkomitmen menyejahterakan rakyat melalui Reforma Agraria dan melakukan percepatan Program Strategis Nasional (PSN) yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat, salah satunya adalah Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Selain itu, Presiden RI, Joko Widodo juga menegaskan untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan,” kata Raja Juli Antoni pada kegiatan pertemuan dengan perwakilan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membahas terkait penyelesaian konflik agraria pada Jumat (5/8/2022).
Raja Juli Antoni juga menjelaskan bahwa perlu adanya koordinasi antar K/L untuk menyelesaikan konflik agraria.
“Seperti yang ditegaskan oleh Pak Jokowi pada acara GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) Summit pada Juni 2022 lalu, hendaknya kita sesama K/L menghilangkan sekat dan ego sektoral, agar program kerakyatan yang diusung Presiden RI dapat berjalan dengan lancar,” imbau Wamen ATR/BPN.
Hal serupa disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau. Ia menyebut bahwa Presiden RI, Joko Widodo memerintahkan untuk menyelesaikan konflik pertanahan di seluruh Indonesia, khususnya di LPRA.
“Berdasarkan usulan dari para Civil Society Organization (CSO), didapat 19 titik LPRA yang bersinggungan dengan aset BUMN. Dalam hal ini aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan dua titik LPRA yang bersinggungan dengan Aset TNI,” jelasnya.
Andi Tenrisau juga menjelaskan, sebelumnya dari sisi kewenangan Kementerian ATR/BPN sudah ada bentuk penyelesaian penertiban kawasan dan tanah telantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
“Namun, jika memakai penyelesaian normatif seperti ini, tentunya akan sangat lama, jadi kita butuh percepatan,” terang Andi Tenrisau.
Lebih lanjut Andi Tenrisau mengatakan, Kementerian ATR/BPN berusaha mengusulkan percepatan penyelesaian tanpa menghilangkan aset dari K/L maupun aset BUMN. Hal ini berdasarkan penerapan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan.
“K/L maupun BUMN dapat memberikan Hak Pengelolaan (HPL) terlebih dahulu. Baru di atasnya dapat diberi hak-hak lainnya bagi masyarakat,” tambah Andi Tenrisau.
Andi Tenrisau juga berujar bahwa pemberian hak-hak di atas HPL ini didasarkan pada perjanjian antara instansi dengan masyarakat yang mengokupasi tanah di aset BUMN dan aset TNI.
“Hal ini dimaksudkan agar aset tidak hilang, masih tercatat nama TNI dan PTPN, namun masih dapat memberikan manfaat atas tanah tersebut. Tentunya perjanjian ini juga memuat syarat dan pembatasan tertentu semisal tanah tidak boleh dialihkan kepemilikannya, dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan