JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya memerangi mafia tanah.
Hal ini dilakukan agar masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum terhadap tanah mereka dan bisa memanfaatkannya semaksimal mungkin yang bermuara pada kemakmuran.
Langkah Kementerian ATR/BPN dalam memerangi mafia tanah yakni dengan mendaftarkan seluruh bidang yang ada di bumi Indonesia melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Di sini kita sudah mendaftarkan se-Republik (Indonesia) ini dari 126 juta bidang tanah, ini yang sudah terdaftar 81 juta. Ini pencapaian yang cukup besar. Diharapkan nanti tahun 2025 seluruh Indonesia sudah terdaftar bidang tanahnya,” kata Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Widodo dalam wawancara dengan Elza Syarief di TVRI, pada Senin (12/9/2022).
Menurut Widodo, apabila target terdaftarnya seluruh bidang tanah di Indonesia tercapai, tentu akan mempersempit ruang mafia tanah untuk melakukan berbagai macam modus yang selama ini ditemukan.
Selain itu, dengan tanah yang sudah terdaftar, masyarakat juga akan merasa aman karena memiliki kepastian hukum dengan adanya sertipikat tanah.
Sejauh ini, kata dia, animo masyarakat terkait PTSL cukup besar, terlebih karena tak diperlukan dana yang besar bagi masyarakat untuk mendapatkan sertipikat dengan program PTSL. “Ini sangat membantu masyarakat untuk segera memiliki sertipikat atas tanahnya. Ini (PTSL) juga suatu pengamanan terhadap aset mereka,” tutur Widodo.
Selain memaksimalkan program PTSL dalam mendaftarkan seluruh bidang tanah, Kementerian ATR/BPN juga melakukan kolaborasi dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga terkait, dan aparat penegak hukum. Kolaborasi ini diharapkan juga dapat mempersulit mafia tanah untuk melancarkan aksi kriminalnya.
Kemudian, demi semakin menekan ruang gerak dari mafia tanah, Widodo berpesan bahwa masyarakat juga bisa memiliki andilnya masing-masing.
“Yang pertama, yaitu dengan menjaga sertipikat, jangan diberikan pada orang yang tidak berkepentingan. Lalu, tanah yang ada supaya dipasang patok-patok tanda batas, kemudian dengan memanfaatkan tanah sesuai kebutuhan agar tidak telantar,” jelas Widodo.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan