JAKARTA – Salah satu terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer alias Bharada E dapat tak dipidana. Hal ini dengan mempertimbangkan alasan pemaaf dan pembenar yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Yenti Garnasih. Dia menyebut ada tekanan yang dihadapi Eliezer selaku anak buah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo saat menembak Yosua.
“Kalau ternyata dia (Eliezer) itu dalam satu kondisi yang bukan keinginannya, coba lihat Pasal 48-51 KUHP, itu bahkan bisa membuat dia tidak dipidana,” kata dia kepada wartawan, Jumat, 20 Januari 2023.
Beleid yang disebut Yenti di antaranya memuat ketentuan tidak dapat dipidananya orang yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, melaksanakan ketentuan undang-undang, maupun melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa berwenang.
“Banyak yang mengatakan (Eliezer) dader, pelaku. Dader itu dalam keadaan apa? KUHP mengatakan, pelaku lapangan itu bahkan bisa tidak dipidana dengan alasan pemaaf, alasan pembenar. Mestinya berkutat di situ,” terang Yenti.
Dengan kondisi tersebut, peran dader atau pelaku yang disematkan pada Eliezer perlu dicermati ulang. Menurut Yenti, perbuatan Eliezer menembak Yosua memang melawan hukum.
Namun, Eliezer dinilai tidak dapat menolak perintah Sambo karena kondisi psikologis. Oleh karena itu, ia tidak sepakat dengan argumentasi bahwa Eliezer berani membunuh, sementara terdakwa lain, yaitu Ricky Rizal, tidak.
“Bukan di situ letaknya. Eliezer tidak berani menolak (perintah Sambo), itu artinya karena dia dalam kondisi tertekan. Ricky Rizal karena mungkin lebih senior dibandingkan Eliezer, berani menolak. Di sini miss-nya,” pungkas dia.
Tinggalkan Balasan