NUNUKAN – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono siap menggenjot peningkatan produktivitas budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara dengan mendorong hadirnya hilirisasi sektor tersebut.
Hal tersebut disampaikannya saat mengunjungi Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo di Kabupaten Nunukan yang terletak di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Untuk mendorong hilirisasi, KKP telah menetapkan Mamolo sebagai Kampung Perikanan Budidaya yang merupakan program prioritas KKP.
“Produksi rumput laut untuk kampung budidaya rumput laut di Mamolo saja sudah mencapai 36 ribu ton pertahun dengan nilai perolehan Rp720 miliar,” kata Menteri Trenggono saat kunjungan di Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo (30/3/2023).
Menteri Trenggono mengatakan Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo harus menjadi satu modelling industri hulu hilir mulai dari pembibitan hingga panen kering sampai ranah industri. Rumput laut perlu digenjot karena termasuk dalam produk unggulan ekspor perikanan Indonesia bersama dengan udang, kepiting, lobster, dan tilapia.
Berdasarkan data ITC Trademap 2023, total nilai pasar rumput laut dunia pada tahun 2021 mencapai USD2,8 miliar. Indonesia sendiri menguasai pangsa pasar dunia senilai USD345 juta atau sebesar 12,32% terhadap nilai pasar rumput laut dunia atau meningkat 23% dibanding tahun 2020.
“Potensi pasarnya besar. Makanya rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan yang akan kita terus kejar target produksinya. Caranya dengan memanfaatkan daerah-daerah potensial seperti di Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo ini,” ujar Menteri Trenggono.
Dukungan yang telah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo berupa kebun bibit rumput laut, pendampingan penyuluhan dari KKP serta bimbingan teknologi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara.
Sementara itu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, menambahkan, pengembangan budidaya rumput laut di wilayah perbatasan salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Budidaya rumput laut yang mudah, murah dan mampu menyerap tenaga kerja akhirnya mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.
“Makanya kami akan terus mendorong untuk pengembangan budidaya rumput laut di wilayah-wilayah tersebut sebagai wujud dari kedaulatan bangsa melalui budidaya rumput laut,” ujar Pak Dirjen yang akrab disapa Tebe ini.
Adapun untuk program pengembangan budidaya rumput laut yang dilakukan KKP mulai dari proses pembibitan untuk peningkatan kualitas bibit, pengembangan kebun bibit rumput laut, serta bimbingan teknologi dan penyuluhan. Lalu ada juga program pengembangan sentra kawasan budidaya rumput laut, pembangunan Kampung Rumput Laut, hingga dukungan sarana dan prasarana untuk kelompok pembudidaya rumput laut.
“KKP terus mendistribusikan program bantuan seperti bantuan kebun bibit rumput laut sebagai sarana prasarana yang digunakan untuk memproduksi bibit rumput laut yang berkualitas,” tutur Tebe.
Selain itu, dari program kebun bibit rumput laut memiliki nilai ekonomis yaitu bibit rumput laut lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan. Rumput laut juga memiliki pertumbuhan lebih cepat. “Sehingga pembudidaya bisa lebih cepat panen, hasil produksi rumput lautnya lebih berkualitas. Sehingga lebih menguntungkan,” ungkap Tebe.
Kendati demikian, menurut Tebe saat ini masih ada kendala yang menjadi isu utama yang dihadapi oleh pelaku usaha industri rumput laut. Salah satunya yaitu kepastian tata ruang pemanfaatan wilayah perairan untuk budidaya rumput laut, kondisi cuaca/iklim yang tidak mendukung sepanjang waktu, rendahnya kualitas sumber daya manusia pembudidaya rumput laut, pasokan bahan baku berkualitas dan dan berkelanjutan, termasuk kecukupan dan ketersediaan bibit kultur jaringan rumput laut sepanjang tahun, dan harga jual rumput laut di tingkat pembudidaya sangat fluktuatif.
Kendala lain yang dihadapi adalah supply chain antara industri hulu dengan hilir yang terlalu panjang dan tidak efisien, industri hilir rumput laut terkonsentrasi di beberapa kota besar saja. Dan saat ini jumlah dan kapasitas industri pengolahan rumput laut masih minim dimana sebagian besar ekspor berupa bahan baku rumput laut kering.
“Jika semua dibenahi mulai dari produksi hingga hilirisasi industrinya dan kita semua saling bersinergi, tidak mustahil Indonesia mampu menjadi produsen rumput laut terbesar dunia dengan produknya bukan saja berupa raw material tapi dalam bentuk yang punya nilai tambah lebih tinggi,” tandas Tebe.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan