LAMPUNG – Kepala Badan Pengembangan Informasi Desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ivanovich Agusta menyebut konsep desa wisata digital di Provinisi Lampung merupakan langkah pendek, untuk mengejar kemajuan.
Dia mengungkapkan, di Lampung sudah banyak desa wisata terutama di wilayah pesisir pantai sebagai potensi destinasi wisata lokal dan Lampung juga sudah memiliki sistem desa digital.
“Kita tau semua dari mengurus KTP, Kartu Keluarga, mengurus perpanjangan surat kendaraan itu ada Samsat desa berbasis digital desa,” kata Ivanovich Agusta dalam Chanel YouTube Kemendes PDTT, Jumat (23/6/2023).
Dia mengatakan, Provinsi Lampung sedang membuat konsep aplikasi untuk mengetahui asal usul produk barang yang di tampilkan oleh desa-desa digital.
“Itu tranding kain Lampung artinya kan bahan -bahan alami yang ada di Lampung, sehingga menjadi komoditas wisata. Misalnya, wisatawan langsung di ajak cara mencoba membuat komoditas Lampung. Jadi bisa merasakan sendiri cara buat produk,” jelas dia.
Ivanovich Agusta menyebut produk tersebut bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal atau internasional untuk membeli hasil komoditi yang ada wilayah Lampung.
Sebagai informasi, wilayah Lampung memiliki beberapa yang memiliki potensi menjadi destinasi wisata karena ada transformasi atau terkoneksi langsung media sosial atau platform digital.
“Paling enak saat ini melalui digital (konsep desa wisata) kenapa negara maju seperti Singapura mengenal digital sekitar 2002, secara global di tahun 2008 kan tidak jauh mengejarnya. Karena banyak belajar di Media sosial, desa belajar membuat aplikasi, membuat konten ada di media sosial,” ungkap Ivanovich Agusta.
Sebagai informasi, bagi yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan aplikasi desa digital dapat mengunduh melalui playstore, dimana aplikasi tersebut memiliki cakupan pilihan menu dari tingkat global hingga pedesaan.
Ivanovich Agusta menyebut Badan Pengembangan Informasi (BPI) Kemendes PDTT akan mendukung langkah awal perencanaan pembuatan Augmented Reality dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lampung.
“Ini hal terbaru, kalau kita sekali berhasil di Lampung.Kita bisa mengisi produksi di aplikasi seperti kain-kain dari daerah lain,” ucap dia.
Karena, kata dia, negara-negara maju sedang membutuhkan permintaan konsumen terkait produk ramah lingkungan yang tidak terbuat nilon dan sebaginya. Menurut Ivanovich Agusta justru produk kain tradisional yang diminta ada di indonesia.
“Perkiraan dari Negara Eropa itu bisa membuat sintesis yang relatif alami paling cepat 10 tahun lagi. Artinya kita punya waktu 10 tahun kita membuat Augmented Reality (AR) tahun ini kita mempunyai kesempatan mengisi pasion global pasar dari desa- desa wisata,” tutupnya.
Jurnalis: Dirham
Tinggalkan Balasan