JAKARTA – Ada beberapa momen yang menarik perhatian ketika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno melakukan kunjungan kerja ke Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam rangka visitasi terakhir 75 Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.
Salah satunya ketika Menparekraf Sandiaga menuju Desa Wisata Tebara yang berada di Kampung Prai Ijing, Kota Waikabubak. Dimana Menparekraf Sandiaga bersama rombongan diiringi oleh puluhan kuda Sumba atau yang dikenal dengan nama sandalwood pony sejauh 200 meter yang ditunggangi oleh masyarakat asli desa.
Kenapa kegiatan ini dinilai sangat menarik? Hal ini dikarenakan kuda merupakan salah satu hewan yang sarat akan makna bagi masyarakat Sumba. Kuda begitu dihormati. Masyarakat sendiri menyebut mereka dengan nama ‘ndara’. Kehadirannya memang memberikan pengaruh besar terhadap budaya bahkan kehidupan masyarakat Sumba.
Boleh dibilang kuda sandalwood pony adalah hewan endemik Sumba. Karena konon katanya kuda ini hanya dikembangbiakkan di Pulau Sumba.
Kuda sandalwood pony awalnya lahir dari hasil penyilangan genetika kuda keturunan Arab dengan kuda poni lokal. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki penampilan.
Maka tidak heran apabila kuda yang ditemui di setiap sudut tanah Marapu ini tampak gagah, pemberani, serta memiliki endurance atau ketahanan tubuh yang baik.
Nama sandalwood pony sendiri dikaitkan dengan kayu cendana (sandalwood tree) yang menjadi komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan daerah sekitarnya pada masa lampau.
Awalnya kuda ini difungsingkan sebagai alat pengangkut barang atau kendaraan perang. Namun seiring dengan kehadirannya dalam kehidupan sehari-hari, kuda kemudian menjadi mas kawin di kalangan masyarakat Sumba. Yang kalau dalam bahasa lokal mas kawin disebut ‘belis’.
Kuda yang menjadi status sosial masyarakat juga diyakini sebagai tunggangan terakhir masyarakat Sumba menuju alam baka. Karenanya kuda selalu ada dalam setiap acara penting masyarakat hingga perhelatan tahunan yakni Pasola.
Menparekraf Sandiaga kemudian mengukuhkan Desa Wisata Tebara sebagai desa wisata terbaik Indonesia berbasis budaya juga adat istiadat dalam ADWI 2023.
“Hari ini sangat spesial karena perjalanan spiritual kita keliling nusantara dalam program ADWI telah mencapai final-nya. Final dari 75 desa wisata terbaik visitasinya adalah hari ini dan hari ini spesial karena kami merasa diterima oleh masyarakat dengan penuh suka cita,” kata Sandiaga.
“Saya merasa bahwa inilah yang akan membawa Indonesia memiliki pariwisata berkelas dunia. Bukan Indonesia yang membangun desa tapi justru desalah yang menganugerahkan kemajuan bagi Indonesia tercinta,” ujarnya.
Kepala Desa Tebara, Marthen Ragowino Bira, mengatakan adat budaya di Tanah Marapu umumnya dan Prai Ijing khususnya bukan hanya karena kehadiran pariwisata semata. Melainkan budaya memang telah menjadi napas kehidupan orang Sumba.
“Jadi orang Sumba berbudaya bukan karena ingin dilihat wisatawan, keseharian mereka itu adalah budaya itu sendiri. Maka kita bilang Sumba itu adalah the living museum of culture,” kata Marthen.
Jurnalis: Dewo
Tinggalkan Balasan