JAKARTA – Naiknya harga kedelai hingga melewati Rp 13.000 per kilogram (kg) sejak awal Oktober. Per hari ini, 19 November 2023, berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata nasional kedelai mencapai Rp 13.290 per kg.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, mengatakan fluktuasi harga kedelai sebenarnya merupakan hal yang wajar setiap tahun, tepatnya pada September—Desember. Namun menurutnya, kenaikan harga kedelai tahun ini cukup tinggi.
“Kenaikan harga kedelai ini sesungguhnya setiap tahun selalu berulang, tahun lalu itu paling tinggi Rp 12 ribu per kg, tapi tahun ini sudah di atas Rp 13 ribu per kg. Malahan tadi laporan saya dari Maluku sudah Rp 16 ribu per kg,” ujar Aip ketika dihubungi oleh Tempo, Minggu (19/11/2023).
Dia menilai, tingginya harga kedelai ini setidaknya dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama adalah ongkos transport antar pulau. Pasalnya, kedelai dari Amerika atau Brazil yang diimpor ke Indonesia akan diterima tiga pelabuhan, yakni di Jakarta/Cilegon (Ciwandan), di Semarang (Tanjung Mas), dan di Surabaya (Tanjung Perak).
“Atau untuk pelabuhan yang tidak terlalu besar ada di Makassar,” tuturnya.
Dengan demikian, bagi para pengrajin atau produsen tahu tempe yang berada di luar daerah tersebut memerlukan biaya ongkos kirim yang tinggi.
“Kayak Kalimantan, Aceh, Palembang, Padang, di mana ongkos angkutnya itu cukup tinggi. Termasuk juga kalau angkut dari Surabaya ke NTB, NTT, dll. Jadi itu salah satu penyebab harga kedelai seperti di Maluku bisa di atas Rp 15—16 ribu per kg,” kata Aip.
Kedua, kata Aip, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beberapa bulan ke belakang ini.
“Kenaikan (harga kedelai) ini juga disebabkan kenaikan kurs dolar,” tuturnya. Menurutnya, pasokan kedelai dalam negeri masih bergantung pada impor yang dibeli menggunakan dolar Amerika Serikat.
Ketiga, adalah faktor El Nino yang menyebabkan penurunan produksi di Amerika Serikat dan Brazil. Penurunan produksi ini kemudian berimbas pada tingginya harga kedelai.
“Suka atau tidak suka, ya, karena total tiga juta ton kebutuhan kami itu 90 persen impor. Makanya semua yang impor itu mahal dibandingkan dengan yang lokal,” ujar Aip.
Terakhir, atau keempat adalah kondisi geopolitik yang masih memanas hingga saat ini. “Seperti perang Ukraina dengan Rusia,” kata dia.
Diperparah dengan perang antara Israel dan Palestina. Aip menilai keempat faktor ini berpengaruh signifikan terhadap tingginya harga kedelai.
Jurnalis: Dewo
Tinggalkan Balasan