JAKARTA – Ketua Umum Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia), Agung Nugroho, beri peringatan keras kepada pemerintah agar berhati-hati dalam menyetujui pelaksanaan uji coba vaksin Tuberkulosis (TBC).
Uji coba tersebut digagas oleh Bill & Melinda Gates Foundation di Indonesia.
“Kita punya PT. Bio Farma, produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara, yang telah terbukti mampu memproduksi vaksin untuk berbagai penyakit menular, termasuk COVID-19. Mengapa kita harus terburu-buru menerima uji coba dari luar negeri yang belum jelas risikonya?” kata Agung dalam pernyataannya di Jakarta.
Agung menyampaikan bahwa uji coba vaksin eksperimental semacam ini bukan tanpa risiko. Beberapa potensi dampak medis jangka panjang, seperti reaksi imunologis berlebih, kerusakan jaringan, atau bahkan efek samping autoimun, belum sepenuhnya dipahami.
“Masalahnya bukan sekadar efektivitas, tapi juga keamanan jangka panjang. Kita harus belajar dari sejarah uji coba vaksin global yang sering kali menunjukkan bahwa reaksi biologis tertentu baru muncul bertahun-tahun kemudian. Dalam konteks TBC, penyakit yang sangat kompleks secara imunologis, risiko ini semakin besar,” jelas Agung.
Di sisi lain, ia juga menyoroti dimensi etis dari pelaksanaan uji coba ini. Negara-negara berkembang seperti Indonesia sering kali dijadikan lokasi eksperimen.
“Kita khawatir Indonesia hanya dijadikan kelinci percobaan. Padahal, bila vaksin ini berhasil, belum tentu Indonesia menjadi negara pertama yang menerima akses distribusi atau hak produksi. Ini bentuk eksploitasi global terhadap kerentanan negara berkembang,” tambahnya.
Agung menegaskan bahwa vaksin buatan dalam negeri tidak kalah dari vaksin asing. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan dan BPOM, efikasi vaksin produksi Bio Farma terhadap COVID-19 mencapai lebih dari 65% untuk populasi Indonesia, dengan profil keamanan yang sangat baik dan distribusi yang jauh lebih efisien.
Dengan melihat data ini, Agung mengingatkan pemerintah agar lebih memprioritaskan penguatan industri vaksin nasional daripada tergiur oleh janji-janji kolaborasi global yang belum tentu menguntungkan rakyat.
“Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan kesehatan berorientasi pada kemandirian, keselamatan rakyat, dan keadilan distribusi. Jangan biarkan kesehatan rakyat Indonesia dipertaruhkan demi eksperimen global,” pungkas Agung.
Jurnalis: Syahrudin
Tinggalkan Balasan