Oleh: Dr. USMAR. SE.,MM

Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Univ.Prof.Dr.Mestopo (Beragama)

JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Kebijakan Pemerintah yang di sampaikan oleh Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir, pada hari Kamis lalu tgl 6 Agustus 2020, bahwa akan memberikan bantuan langsung tunai sebesar Rp.600 ribu kepada pekerja Swasta yang menerima gaji di bawah Rp.5 juta rupiah, menurut pendapat saya adalah sebuah kabar gembira.

Tentu kebijkan tersebut muncul tidak terlepas dari dampak Covid-19 yang mengakibatkan terjadi Kontraksi Ekonomi minus 5,32 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode April-Juni 2020 lalu, dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Ada kawan yang bertanya, mengapa saya gembira menyambut kebijakan tersebut?.

Prinsipnya bagi saya sederhana saja, sepanjang sebuah kebijakan yang di ambil dan dilakukan pemerintah itu untuk kepentingan rakyat banyak, saya mendukung, karena jika itu benar-benar dapat direalisasikan tentu akan memberikan dampak multiplier effect pada berbagai sektor lainnya, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi pada perbaikan berbagai bidang lainnya.

Pro Dan Kontra
Jika kemudian terjadi Pro dan Kontra terhadap kebijakan tersebut, menurut ku sangat wajar dalam sebuah negara demokrasi, tinggal dari perspektif mana kita ingin melihat persoalan tersebut. Seperti umumnya saat kita berpendapat tentang gelas yang berisi air setengah. Ada yang mengatakan bahwa gelas tersebut “hanya” terisi setengah, dan ada juga yang mengatakan gelas tersebut “baru” terisi setengah.

Umumnya memang sebuah kebijakan yang diberikan dalam jumlah besar dan massal, tentu saja potensi kemungkinan akan ada masalah yang timbul bisa saja terjadi, baik dari kecepatan dan ketepatan penyalurannya, maupun dari akurasi data yang mendasarinya dan sangat mungkin bisa terjadi. Seperti misalnya menurut Ombudsman mereka menerima 1.346 pengaduan masyarakat terkait bantuan sosial di tengah pandemi. Sebanyak 22,12 persen pengaduan adalah soal penyaluran yang tidak merata, dan 21,50% mengenai prosedur dan persyaratan penerima bantuan yang dinilai kurang jelas. Karena itu, yang harus dilakukan adalah perbaikan database yang menjadi rujukan untuk implementasi kebijakan bantuan tersebut.

Tidak Boleh Lelah Berbuat maksimal untuk Rakyat

Saya berpendapat dari 7 jenis bantuan terdahulu yang telah dilakukan pemerintah seperti ;
1. PKH (Program Keluarga Harapan)
2. BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai / dulu namanya bantuan Raskin)
3. BLT Dana Desa (Bantuan Langsung Tunai dari Desa Masing-masing)
4. BLT Kemensos (Bantuan Langsung Tunai Berdasarkan DTKS Dinsos)
5. BLT APBD ( Bantuan Langsung Tunai Dari Dinas Sosial juga diperuntukkan bagi masyarakat yg belum Dapat BLT Dana Desa atau lainnya)
6. Sembako APBN ( Bantuan berupa bahan makanan yang bersumber dari pemerintah pusat langsung )
7. Sembako APBD (Bantuan berupa bahan makanan yg bersumber dari APBD provinsi dan Kabupaten), sudah relatif sangat luas jangkauannya yang sudah hampir menjangkau 40% total penduduk itu, yang tentunya tidak termasuk karyawan swasta yang bergaji dibawah Rp.5 juta sebagaimana yang ingin ditargetkan dalam kebijakan yang diumumkan oleh Komite Pemulihan Ekonomi Nasional itu.

Untuk itu jika benar-benar kebijakan bantuan yang diberikan kepada karyawan swasta yang menerima gaji di bawah Rp.5 juta rupiah ini dapat terealisasi dan berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya, tentu dapat mengangkat situasi perekonomian kita dari kemungkinan resesi yang sudah tergambarkan dari kontraksi ekonomi minus 5,32 persen, sebagaimana yang di umumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

Adapun kebijakan bantuan terhadap karyawan swasta tersebut adalah, Pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai sebesar Rp.600 ribu per bulan dalam 4 bulan terakhir di Tahun 2020 ini, yaitu dari Bulan September s/d Desember 2020, yang akan di berikan per dua bulan.

Ini berarti setiap transfer karyawan akan menerima sebesar Rp.1,2 Juta (Satu juta dua ratus ribu rupiah), yang akan dilakukan sebanyak dua kali transfer, sehingga total tiap karyawan menerima bantuan Rp 2,4 juta.

Dan ini diberikan kepada sebanyak 13,8 juta pekerja Bukan PNS dan BUMN, dengan total alokasi anggaran sebesar Rp 31,2 triliun.

Adapun syaratnya agar dapat menerima bantuan tersebut adalah sebagai berikut,

1. BUKAN PNS maupun BUMN
2. Masih karyawan aktif bukannya karyawan yang di-PHK oleh perusahaan.
3. Aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.

Yang harus dilakukan Pemerintah dalam waktu singkat ini, jelang rencana realisasi bantuan tersebut yaitu awal bulan September 2020, antara lain, yaitu :

1. BPJS atau DepNaker, menyiapkan pusat informasi jika masyarakat ingin bertanya, yang dimaksud dengan Aktif terdaftar sebagai anggota BPJS Tenaga kerja itu seperti apa ?

2. Bagaimana jika ada yang ingin tahu, apakah mereka aktif terdaftar atau tidak sebagai anggota BPJS tenaga kerja, dan jika mereka ada masalah dalam pembayaran premi seperti apa, yang masih dianggap aktif sebagai anggota BPJS Tenaga Kerja

3. Bagaimana mereka bisa tahu dan dapat memastikan bahwa Rekening Bank atas nama mereka peribadi sebagai tempat menerima bantuan tersebut sudah ada di catat atau tercatat di BPJS Tenaga kerja

4. Apakah mereka para karyawan tersebut yang harus aktif mendaftar atau bagaiamana atau memang dengan sendirinya BPJS Tenaga Kerja atau Departemen Tenaga Kerja sudah otomatis mendaftarkan 13,8 juta pekerja tersebut, dsbnya yang tentu akan berkembang kemudian.

INILAH hal-hal menurut kami yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung implementasi kebijakan yang baik ini dalam situasi masyarakat menghadapi kondisi sulit dampak Pandemi Covid-19 ini. (Nov/Red)