Foto: internet

JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM-Pemerintah akan menetapkan besaran uang yang diterima ‘korban’ pemutusan hubungan kerja akibat efisiensi perusahaan atau perusahaan yang merugi.

Besaran ini tertuang dalam aturan turunan Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja, yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.

RPP ini mengatur mekanisme PHK termasuk bagaimana memastikan adanya pemenuhan hak bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK, salah satunya adalah uang kompensasi bagi pekerja atau buruh PKWT.

Selain itu, juga diatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, seperti dikutip CNBC Indonesia melalui RPP tersebut, Rabu (3/2/2021).

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar penghitungan uang kompensasi terdiri dari upah tanpa tunjangan atau upah pokok dan tunjangan tetap.

Selain itu, ada pemberian hak akibat pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam pasal 39.

“Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar Uang Pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima,” seperti dikutip dari Pasal 39 Ayat (1) RPP tersebut, Rabu (3/2/2021).

Pada Pasal 39 Ayat (2) pemberian uang pesangon disesuaikan dengan masa kerja. Nilainya minimal satu bulan upah untuk masa kerja satu tahun dan maksimal 9 bulan upah untuk masa kerja 8 tahun atau lebih.

Kendati demikian, dalam Pasal 39 Ayat (3) pemberian pesangon tersebut akan diberikan dengan delapan ketentuan tertentu, antara lain:

1. Masa kerja 3 tahun atau lebih, tapi kurang dari 6 tahun, hanya diberikan 2 bulan upah.
2. Masa kerja 6 tahun atau lebih, tapi kurang dari 9 tahun, hanya diberikan 3 bulan upah.
3. Masa kerja 9 tahun atau lebih, tapi kurang dari 12 tahun, pemberian pesangon hanya 4 bulan upah.
4. Masa kerja 12 tahun atau lebih, tapi kurang dari 15 tahun, hanya 5 bulan upah.
5. Masa kerja 15 tahun, tapi kurang dari 18 tahun hanya diberikan 6 bulan upah.
6. Masa kerja 18 tahun atau lebih, tapi kurang dari 21 tahun, hanya diberikan pesangon 7 bulan upah.
7. Masa kerja 21 tahun atau lebih dan kurang dari 24 tahun, hanya diberikan 8 bulan upah.
8. Masa kerja 24 tahun atau lebih, hanya diberikan 10 bulan upah.

Kemudian, dalam tujuh situasi tertentu, pekerja yang di PHK, hanya berhak mendapatkan separuh uang pesangon atau sebesar 0,5 kali dari ketentuan Pasal 39 Ayat (2). Hal tersebut diatur dalam Pasal 41-46, dan Pasal 51.

Perusahaan dapat membayarkan separuh uang pesangon atau sebesar 0,5 kali dari Pasal 39 Ayat (2), dengan tujuh ketentuan berikut:

1. Ketika terjadi pengambilan perusahaan yang mengakibatkan perusahaan yang mengakibatkan perubahan syarat kerja dan pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.
2. Ketika perusahaan melakukan efisiensi akibat mengalami kerugian.
3. Saat perusahaan tutup karena mengalami kerugian selama dua tahun berturut-turut atau tidak.
4. Ketika perusahaan tutup karena keadaan memaksa (force majeure).
5. Ketika perusahaan sedang menunda kewajiban pembayaran utang akibat merugi.
6. Ketika perusahaan pailit.
7. Ketika pekerja melanggar peraturan kerja dan telah diberikan tiga kali surat peringatan.

Adapun, pemberian uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi korban PHK sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Ayat(2).

(CNBC)