Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki

JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan “menyerang” Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Ia menyebut negara yang dipimpin Biden telah melumuri tangannya dengan darah karena “mendukung” Israel dan diam atas apa yang terjadi di Palestina.

Berbicara setelah rapat kabinet, Erdogan mengkritik persetujuan Presiden AS Joe Biden atas penjualan senjata ke Israel. Sumber kongres AS, ditulis CNBC International menyebut, administrasi Biden telah menyetujui penjualan senjata berpemandu presisi senilai US$ 735 juta atau sekitar Rp 10,5 trilun (asumsi Rp 14.300/US$) meskipun ada kekerasan di Palestina.

“Anda menulis sejarah dengan tangan berdarah, dalam insiden yang merupakan serangan serius yang tidak proporsional di Gaza, yang menyebabkan ratusan ribu orang mati syahid,” katanya dikutip Selasa (18/5/2021) dari Reuters.

Hal ini terjadi pasca laporan Washington Post, sebagaimana ditulis CNBC International Senin (17/5/2021). Kongres AS sudah diberitahu secara resmi tentang penjualan komersial tersebut sejak 5 Mei lalu.

Ini dilakukan sebagai bagian dari proses peninjauan reguler sebelum melanjutkan perjanjian “penjualan senjata asing utama”. Di bawah undang-undang AS, pemberitahuan resmi memberikan 15 hari bagi Kongres untuk menolak penjualan tersebut.

Penjualan ini adalah bagian dari Joint Direct Attack Munitions (JDAM) yang dibuat oleh Boeing Co dan dianggap hal yang “rutin”. Perjanjian sudah dimulai bahkan sebelum konflik Palestina-Israel panas sejak pekan lalu.

Biden sendiri dikabarkan menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk gencatan senjata. Ia setidaknya telah menelpon pemimpin negeri Yahudi itu tiga kali namun tak membuahkan hasil.

“Perkiraan dan harapan saya adalah ini akan diakhiri lebih cepat, tetapi Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri,” kata Biden.

Sementara kemarin, AS dikabarkan memblokir pernyataan bersama Dewan Keamanan (DK) yang menyerukan penghentian kekerasan Israel-Palestina. Ini merupakan ketiga kalinya hal serupa dilakukan AS.

Hal tersebut, memicu pertemuan tertutup baru yang rencananya digelar. Semenjak kekerasan meningkat rapat sudah terjadi tiga kali tanpa hasil sejak 10 Mei lalu.

Pernyataan bersama DK PBB tersebut dirancang China, Tunisia dan Norwegia. Naskah sudah diserahkan sejak Minggu malam untuk disetujui di rapat tertutup yang dilakukan 15 anggota DK pada Senin lalu.

Sebagaimana diketahui, tindakan kekerasan Israel kali ini disebabkan oleh proses pengadilan kontroversial yang mengakibatkan tindakan pengusiran empat keluarga Palestina dari rumah mereka di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Ini berbuntut panjang dengan perang tak seimbang antara Hamas dan militer Israel.

Hingga Selasa (18/5/2021), belum ada gencatan senjata yang dilakukan. Associated Press menyebut 212 warga Palestina tewas dalam serangan Israel, 61 orang adalah anak-anak dan 36 perempuan.

Jumlah korban luka-luka saat ini mencapai lebih dari 1.400 orang. Sementara itu korban jiwa di pihak Israel mencapai sepuluh orang.

Sumber: CNBC