Foto: ilustrasi

JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Fenomena alam Gerhana Bulan total yang diprediksi akan terjadi pada 26 Mei 2021 disebut memiliki keunikan.

Gerhana bulan yang terjadi berbarengan dengan Hari Raya Waisak ini disebut fenomena astronomi langka karena terjadi 195 tahun sekali.

Diungkapkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), gerhana bulan total yang beriringan dengan Hari Raya Waisak sudah beberapa kali terjadi dalam seabad terakhir, yakni pada 24 Mei 1990, 14 Mei 1938, 14 Mei 1957, 25 Mei 1975, dan 16 Mei 2003.

“Fenomena serupa akan kembali terjadi pada 26 Mei 2040, 7 Mei 2050, 6 Mei 2069, 17 Mei 2087, dan 29 Mei 2106,” Tulis LAPAN dalam situs resminya.

Sementara fenomena super blood moon atau Bulan super merah yang beriringan dengan Hari Raya Waisak pernah terjadi sebanyak empat kali pada abad ke-19, yakni pada 10 Mei 1808, 21 Mei 1826, 1 Juni 1844, dan 21 Mei 1845.

“Fenomena tersebut akan berulang setiap 195 tahun sekali, dan akan kembali terjadi pada 10 Mei 2199, 21 Mei 2217, dan 16 Mei 2394,” kata LAPAN.

Dijelaskan Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN, Andi Pangerang mengungkapkan, gerhana Bulan kali ini juga cukup unik karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika Bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi.

“Mengingat lebar sudutnya yang lebih besar 13,77% dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge) dan kecerlangannya 15,6% lebih terang dibandingkan dengan rata-rata atau 29,1% lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge, gerhana Bulan kali ini disebut juga sebagai Bulan merah super,” Jelasnya.

Untuk lamanya fase total gerhana Bulan juga terbilang cukup singkat, yakni 14 menit 30 detik. Puncak gerhana sendiri akan terjadi pada pukul 18.18.43 WIB / 19.43.18 WITA / 20.43.18 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi, sementara itu puncak Perige terjadi pada pukul 08.57.46 WIB / 09.57.46 WITA / 10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi.

Editor: Redaksi