JAKARTA – Buruh meminta Hakim Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja. Demikian ditegaskan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Senin (23/8/2021).
Dijelaskan Said Iqbal, bahwa saat ini uji formil UU Cipta Kerja sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Di mana sidang lanjutan terhadap permohonan KSPI akan diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 25 Agustus 2021.
Dalam sidang tersebut, buruh yang tergabung di dalam KSPI akan melakukan aksi di 1.000 pabrik yang tersebar di 24 provinsi. Bentuk aksinya adalah buruh keluar dari pabrik, tetapi masih tetap di lingkungan perusahaan.
“Dalam aksi nanti, para buruh akan mengibarkan bendera merah putih dan membentangkan spanduk berisi tiga tuntutan. Pertama, batalkan omnibus law UU Cipta Kerja. Kedua, tingkatkan vaksin – turunkan angka penularan Covid-19 – Cegah ledakan PHK. Ketiga, berlakukan UMSK 2021,” kata Said Iqbal.
Kalau ini tidak didengar oleh Mahkamah Konstitusi, lanjut Iqbal, buruh akan melakukan mogok nasional dengan cara menghentikan produksi.
Menyinggung persidangan uji formil UU Cipta Kerja, Said Iqbal mengatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi fakta. Dalam kesempatan ini, pihaknya akan menjelaskan di pengadilan, di mana letak cacat formilnya UU Cipta Kerja sehingga harus dibatalkan.
“Tanpa bermaksud menyombongkan diri. Saya lah salah satu orang dari pihak buruh yang tahu dari awal penyusunan, proses pembahasan, hingga proses pengundangan UU Cipta Kerja. Saya mengetahui, melihat, dan mendengar secara langsung proses formil, setidak-tidaknya untuk klaster Ketenagakerjaan,” ujarnya. Dalam persidangan ini, Said Iqbal menyebut akan membongkar – dalam tanda kutip – “pengkhianatan” DPR terhadap proses pembuatan UU Cipta Kerja.
“Kami merasa dijjebak untuk masuk dan berdiskkusi dengan DPR. Alih-alih menyerap aspirasi buruh, ternyata mereka hanya sekedar mencari formalitas saja. Seolah-olah sudah berbicara dengan buruh, tetapi apa yang menjadi masukan dan aspirasi buruh diabaikan,” tegas Said Iqbal.
Said Iqbal juga mengaku bertemu dengan pemerintah. Di antaranya Menkopolhukam, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menko Perekonomian, hingga Menteri Ketenagakerjaan. Tetapi mereka pun hanya sekedar memenuhi legalistik formal. Seolah-olah sudah mengajak bicara stakeholder, tetapi secara substansi materi tidak ada disksusi dan dialog. Pertemuan itu lebih hanya sekedar penjelasan dari pemerintah mengenai maksud dan tujuan dari omnibus law.
“Kami merasa dijebak. Bahkan ada salah satu serikat pekerja yang namanya dicatut sebagai pihak yang terlibat dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja, padahal sebelumnya tidak pernah diajak bicara,” ujar Said Iqbal.
Faktanya, undang-undang ini dibuat oleh satu pihak yang berkepentingan, yaitu pengusaha. Hal ini terungkap dari keberadaan Satgas Omnibus Law di awal penyusunan RUU Cipta Kerja yang sebagian besar adalah pengusaha tetapi tidak ada satu pun perwakilan dari buruh.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan