JAKARTA – Konsumsi Ikan Belida Sumatra (Chitala hypselonotus) bisa dikenakan pidana denda maksimal Rp1,5 miliar. Hal ini setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan hewan ikon Sumatra Selatan itu sebagai hewan yang dilindungi.
Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang Maputra Prasetyo mengatakan populasi ikan Belida terancam punah sehingga masuk dalam status perlindungan penuh. Perlindungan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 1 Tahun 2021.
“Hukumannya berat, menangkap dan menjual untuk individu atau perusahaan bisa didenda Rp250 juta hingga Rp1,5 miliar,” ungkap Maputra di Palembang, Rabu (1/9/2021).
Ia menjelaskan, masyarakat yang menangkap ikan Belida akan dikenakan sanksi pidana Pasal 100 junto Pasal 7 ayat 2 huruf C Undang-undang RI Nomor 45 tahun 2009, tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan dengan denda maksimal Rp250 juta.
Sedangkan untuk yang pengepul atau penadah lalu mendistribusikan dikenakan sanksi pasal siup yakni, Pasal 92 junto pasal 26 ayat 1 tentang perikanan dengan denda Rp1,5 miliar.
“Setiap orang wajib mengetahui untuk tidak lagi menggunakan ikan tersebut sebagai makanan konsumsi,” ujarnya.
Pemilik usaha sentra Pempek Palembang Sri Hastuti mengatakan, sebagian besar pedagang sudah tidak menggunakan ikan belida lagi, tapi beralih menggunakan ikan gabus atau udang untuk pembuatan pempek. Karena harganya yang semakin mahal mencapai Rp130-170 ribu per kilogram, dan juga semakin sulit dicari di pasar-pasar lokal.
“Sekitar tahun 2000-an masih lah dapat Rp80 ribu per kilogram, tapi sekarang kami pakai ikan gabus saja lebih ekonomis,” ucapnya.
Namun menurutnya, sulit untuk menghentikan kebiasaan mengkonsumsi ikan belida bagi masyarakat Palembang. Sebab sudah sejak dahulu masyarakat Palembang menggunakan ikan belida untuk menjadi bahan dasar pembuatan pempek (makanan khas Palembang) atau olahan makanan lainnya.
Karena mempunyai rasa yang khas dari semua bagian mulai dari daging, kulit dan tulangnya setelah diolah menjadi pempek. Selain itu juga mengkonsumsi ikan belida menjadi nilai sosial tersendiri di masyarakat, karena terkesan mewah.
“Mungkin dengan adanya aturan ini kebiasaan itu bisa berubah, pedagang makanan pun sudah berkurang menggunakan ikan belida,” tuturnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan