JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kinerja buruk dari tiga aparat penegak hukum (APH) yaitu Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang Semester I 2021. Penanganan kasus korupsi oleh ketiga lembaga itu dinilai tak memuaskan.
“Tentu dia (tiga APH) ada dinilai E atau sangat buruk,” kata peneliti ICW Lalola Easter dalam Rilis Virtual Hasil Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi Semester I Tahun 2021, Jakarta, dikutip dari IDNtimes Minggu (12/9/2021).
- Jumlah penindakan jauh dari target Semester I 2021
Penilaian itu dilakukan berdasarkan perbandingan antarapenindakan kasus yang terpantau dengan target penanganan dikalikan 100 persen. Kasus yang ditangani 81-100 mendapat peringkat A; 61-80 berperingkat B; 41-80 berperingkat C; 21-40 berperingkat D; dan 0-20 berperingkat E.
Sementara itu, target penindakan kasus korupsi oleh APH dalam Semester I 2021 sejumlah 1.109. Data itu dihimpun berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2021. Sedangkan, target penindakan APH sepanjang 2021 adalah 2.217.
“Jadi karena masih satu semester jadi target itu dibagi dua,” kata Lalola.
- Tiga lembaga dinilai hanya tangani 19 persen kasus dari total target
ICW mencatat, ketiga lembaga hanya menangani 209 kasus atau 19 persen dari total target. Mestinya, pada semester I ketiga APH itu mampu menyelesaikan 1.100 kasus.
“Secara umum dari 209 kasus itu ada 188 kasus baru. Kemudian, 17 kasus adalah pengembangan kasus dan 4 kasus adalah hasil operasi tangkap tangan,” ucap Lalola.
Lalola memerinci sebanyak 151 kasus korupsi ditangani Kejaksaan. Sebanyak 363 tersangka dijerat oleh Korps Adhyaksa, serta nilai pengungkapan kasus sebanyak Rp26,1 triliun.
Polri berhasil menangani 45 kasus dengan menjerat 82 tersangka dan nilai rasuah sebesar Rp388 miliar. Sedangkan, KPK menangani 13 kasus dengan 37 tersangka dan nilai dari seluruh kasus itu Rp331 miliar.
Total 482 tersangka berhasil dijerat oleh ketiga APH sepanjang semester I 2021. Potensi kerugian negara dari pengungkapan 209 kasus itu sebesar Rp26,830 triliun.
“Lalu, potensi nilai suap sebesar Rp96 miliar dengan besaran pungutan liar Rp2,5 miliar,” terang Lalola.
- Selisih data ICW akibat tidak terbukanya APH
Dia menuturkan, jumlah kasus yang dibeberkan ICW adalah hasil penelusuran dari sumber formil dari laman resmi masing-masing APH dan pemberitaan media massa. ICW tak memungkiri ada selisih dari jumlah itu dengan data masing-masing APH.
“Kalau misalnya ada selisih dari apa yang diklaim oleh masing-masing lembaga penegak hukum, adalah salah satu dampak dari tidak terbukanya atau tidak informatif website yang mereka kelola,” kata Lalola.
Tujuan dari pemantauan tren penindakan kasus korupsi itu disebut untuk memberikan gambaran mengenai kinerja penindakan kasus korupsi di Semester I 2021. Data-data yang dihimpun untuk memberikan penilaian selama periode 1 Januari sampai 30 Juni 2021.
“Data komparasi itu berdasarkan data yang dimiliki oleh ICW dan ditabulasi pada tahun-tahun sebelumnya, dan juga analisis deskriptif,” ucap Lalola.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan