JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menebar ratusan ‘ranjau’ untuk pejabat negara yang diduga terlibat rasuah. Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin disebut bagian dari salah satu pejabat yang terjebak ‘ranjau’ tersebut.
“Menurut kami ini hanya apesnya saja, karena selama ini ‘ranjau’ yang ditebar oleh KPK cukup banyak, jumlahnya bukan hanya 10, 20, tapi ratusan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/1/2021).
Karyoto mengungkapkan saat ini KPK menyebar ‘ranjau’ secara acak. Penyebaran ‘ranjau’ itu tidak menyasar ke salah satu partai tertentu, khususnya Golkar.
“Kalau yang tidak terpantau, nasibnya saja mungkin masih belum tertangkap,” ujarnya.
Dia membenarkan penangkapan Terbit dilakukan atas dasar adanya laporan masyarakat. Pemasangan ‘ranjau’ dan laporan masyarakat diyakini menjadi senjata ampuh menangkap pejabat yang diduga melakukan tindaka korupsi.
“Kalau ada laporan pengaduan dari masyarakat yang menyangkut profil A, B, C, kita tidak memandang warnanya (partai) apa, tidak, tetapi berdasarkan laporan yang ada,” kata Karyoto.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, menerangkan bahwa tim komisi antirasuah itu mendapatkan barang bukti berupa uang sejumlah Rp 786 juta. “Barang bukti itu diduga hanya sebagian kecil dari penerimaan TRP,” ujar Ghufron
KPK menetapkan enam tersangka dalam operasi senyap di Langkat. Mereka, yakni Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, pihak swasta Muara Perangin Angin, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar, kontraktor Marcos Surya Abdi, kontraktor Shuhanda, dan kontraktor Isfi Syahfitra.
Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan