Tangkapan layar petisi online change.org

JAKARTA – Muncul petisi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mendesak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari jabatannya setelah menikah dengan adik Presiden RI Joko Widodo, Idayati pada 26 Mei 2022.

Penyataan tersebut dapat ditandatangani lewat situs change.org yang sejak dilayangkan kemarin, Kamis (2/6/2022), telah didukung 250 orang.

Ketua PBHI Julius Ibrani beranggapan, hubungan semenda (kerabat karena hubungan perkawinan) antara Anwar dengan Jokowi berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam kerja-kerja Anwar sebagai Ketua MK.

“Dukung dan sebar petisi #AnwarUsmanHarusMundur ya teman-teman. Jangan sampai marwah dan integritas Mahkamah Konstitusi rusak karena konflik kepentingan ketuanya,” tulis Julius dalam petisi tersebut.

“Apakah Anwar Usman bisa obyektif dalam memeriksa perkara jika berhadapan dengan keluarga semenda?” tanya Julius.

Julius menerangkan, judicial review atau pengujian undang-undang di MK menempatkan presiden sebagai salah satu pihak sebagai DPR.

Beberapa perkara yang sudah-sudah, keterangan presiden selaku pihak selalu menolak pembatalan undang-undang yang dianggap bermasalah oleh warga negara sebagai pemohon perkara.

“Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya, sehingga kepentingannya berlawanan dengan hak konstitusional rakyat selaku pemohon perkara,” ujar Julius.

Tak hanya itu, hubungan kekerabatan ini pun dikhawatirkan bukan hanya mengganggu kinerja MK dalam hal pengujian undang-undang, melainkan dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu.

Biarpun di atas kertas Jokowi tak akan lagi maju dalam pemilu, namun masih ada keluarganya yang kini terjun di dunia politik, sebut saja putra sulungnya Gibran Rakabuming sebagai Wali Kota Solo dan menantunya Bobby Nasution Wali Kota Medan.

“Jika ada perselisihan terhadap hasil pemilihan umum (Pilkada Solo atau Medan) yang dimenangkan keluarga Presiden Jokowi (Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution), juga akan diajukan ke MK,” ujar Julius

Dia meyakini jika hubungan semenda ini membuat Anwar Usman tak dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam memeriksa perkara di MK.

Kemudian dia mengutip ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tentang bagaimana menjaga independensi Kekuasaan Kehakiman dari konflik kepentingan kekerabatan.

Bunyi pasal tersebut yakni, “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat”.

“Artinya, Anwar Usman sebagai Hakim MK harus mundur dari pemeriksaan perkara pengujian undang-undang yang jumlahnya rata-rata 79 perkara setiap tahun. Belum termasuk perkara perselisihan hasil pemilu,” pungkas dia.