JAKARTA – Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) resmi ditandatangi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, Undang-undang tersebut telah disetujui DPR pada 24 Mei lalu. Kemudian Jokowi menandatanganinya pada Kamis (16/6/2022).
Untuk diketahui, versi baru UU PPP mencantumkan sejumlah aturan anyar. Misalnya, aturan pembuatan undang-undang dengan metode omnibus law seperti diatur di Pasal 42A.
“Penggunaan metode omnibus law dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.”
Kemudian, ada kelonggaran revisi undang-undang. Pemerintah diperbolehkan merevisi undang-undang yang sudah disepakati dalam rapat dengan DPR.
“Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 masih ditemukan kesalahan teknis penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut,” tulis pasal 73 UU PPP.
Adapun Pasal 72 yang dimaksud di atas terdiri dari dua ayat yakni ayat 1, 1a, dan 1b serta Pasal 72 ayat 2. Pasal 72 ayat 1 berbunyi: Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Sebelumnya, pembentukan UU PPP banyak ditentang aktivis dan pakar hukum. Sebab undang-undang itu dinilai sebagai siasat pemerintah dan DPR menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang Cipta Kerja.
MK menyatakan UU Ominbus Law Cipta Kerja mengandung cacat formil dalam proses pembuatannya. Pola Omnibus Law tidak dikenal dalam pembuatan produk hukum di Indonesia.
MK lalu memerintahkan pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP), dengan memasukkan aturan pembuatan UU menggunakan metode omnibus law. Jika tidak, maka Omnibus Law Cipta Kerja tidak akan sah.
Omnibus Law Cipta Kerja juga dikritik karena pemerintah merevisi draf UU tersebut yang sudah diketok DPR dengan alasan salah ketik.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan