Praktisi Kebijakan Publik, Hukum dan Politik
LAMPUNG – Tertangkapnya Rektor Universitas Lampung dan jajarannya menjadi catatan raport buruk dunia Pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi gambaran buruknya sistem pengelolaan pendidikan khususnya Perguruan Tinggi yang dikelola oleh Pemerintah dan menjadi daftar Panjang permasalahan pengelolaan pendidikan di Indonesia.
Ada beberapa point penting yang harus segera dievaluasi dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia terutama dalam status Hukum dari PTN tersebut.
Semenjak adanya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi atau yang biasa disebut dengan UU Dikti yang mengatur bahwa PTN yang berstatus BHMN berubah menjadi PTN BH. Konsep PTN BH (sebelumnya Badan Hukum Perguruan Tinggi) dirumuskan pertama kali melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 1999 yang kemudian dikukuhkan melalui UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Bentuk PTN BH merupakan jawaban atas pengelolaan PTN agar lebih adaptif dalam perkembangan jaman. Dalam operasionalnya PTN BH memperoleh fleksibilitas dalam bidang akademik maupun non akademik yang diatur lebih rinci pada PP Statuta masing-masing PTN BH.
Terdapat kewajiban PTN BH yaitu menyusun dan menyampaikan laporan kinerja ke Majelis Wali Amanat (MWA) dan Menteri. Laporan kinerja tersebut lalu akan dievaluasi secara berkala oleh Menteri. Hasil evaluasi kemudian menjadi rujukan PTN BH yang bersangkutan telah memenuhi evaluasi kinerja yang sudah ditetapkan atau tidak.
Apabila PTN BH tidak sesuai maka Menteri berhak mengusulkan untuk melakukan perubahan status PTN BH sebagai bentuk sanksi tidak dipenuhinya evaluasi kinerja. Selain PTN BH ada juga format PTN yang lainnya yaitu PTN BLU. Konsep BLU muncul pertama kali pada Undang-Undnag Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang kemudian diatur lebih rinci pada PP 23 tahun 2005.
BLU merupakan penyempurnaan dari PP 6 tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan. Ada 5 rumpun layanan yang dapat ditetapkan sebagai BLU, yaitu kesehatan, pendidikan, pengelola kawasan, pengelola dana, dan barang dan jasa lainnya. Untuk menunjang pencapaian kinerja, dalam operasional sehari-hari BLU dilengkapi berbagai macam fleksibilitas yang melekat.
Dari perbedaan rujukan tersebut, terdapat persamaan dan ada juga perbedaan yang melekat di antara keduanya. PTN BLU dan PTN BH merupakan penyedia barang semi publik dengan motif not for profit. Frasa not for profit dimaknai bahwa seluruh pendapatan yang diperoleh digunakan sepenuhnya untuk operasional dan pengembangan layanan yang ada. Ketika penjabaran fleksibilitas pada PTN BH terdiri atas fleksibilitas akademik dan non akademik, maka PTN BLU diberikan berbagai bentuk fleksibilitas dalam pengelolaannya.
Fleksibilitas tersebut berupa tarif, perencanaan dan penganggaran, dokumen pelaksanaan anggaran, pendapatan belanja, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan utang, investasi, pengelolaan barang, sistem akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban, akuntabilitas kinerja, surplus dan defisit, kelembagaan, pembinaan dan pengawasan, serta remunerasi.
Dari hal tersebut ada beberapa celah hukum atau loopholes yang menjadi pemanfaatan tindakan yang menjadi ladang KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Prinsip kemandirian pengelolaan anggaran dan investasi yang diterapkan oleh PTN justru dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan bukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
Kasus korupsi yang dilakukan oleh Rektor Universitas Lampung berserta jajaran tersebut adalah memanfaatkan kemandirian PTN. Dengan mentarifkan kelas khusus non SBMPTN yang ditarifkan dengan harga yang tinggi namun mengabaikan kompetensi dan seleksi masuknya yang dilakukan secara tidak transparan karena penentu kelulusannya adalah dari pihak PTN tersebut yang nantinya dimanfaatkan untuk melakukan pungutan diluar seleksi yang ada.
Saat ini Universitas Lampung berstatus PTN BLU yang mana dalam pengelolaanya ada fleksibilitas dalam hal investasi, pengelolaan anggaran dan utang piutang. Hal tersebut memang ada audit dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan namun hal tersebut tidak dimonitoring secara detail sehingga para oknum tersebut dapat bermain dengan aman.
Hal ini merupakan fenomena Gunung es yang sebenarnya terjadi dalam Perguruan tinggi di Indonesia khususnya yang dikelola oleh pemerintah. Karena semakin nilai grade PTN-nya bagus tentunya pembukaan kelas mandiri menjadi ladang investasi yang menggiurkan. Bahkan, banyak para calon peserta didik yang lebih memilih jalur mandiri di PTN ternama dibandingkan kuliah di PTS meskipun dengan biaya yang cukup fantastis.
Kedepan saya berharap sebagai Praktisi Kebijakan Publik, Hukum dan Politik, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mengevaluasi kebijakan PTN tersebut dalam pengelolaan anggaran dan investasi khususnya pembukaan kelas mandiri di luar SBMPTN. Karena permasalahan di Universitas Lampung tersebut sebenarnya juga terjadi di PTN lainnya hanya saja tidak terekspose secara keseluruhan dan bukan hanya recruitment jalur mandiri di PTN saja.
Saat ini ada celah yang sangat rawan juga yang dilakukan dengan manipulatif data calon mahasiswa yang melalui jalur khusus berprestasi dimanfaatkan dengan memasang tarif untuk masuk ke PTN tersebut. Karena jalur prestasi juga terbilang sangat kompetitif namun klasifikasi nya sangat berimbang sehingga bisa saja dimanipulatif dan tidak transparan.
Ada beberapa input dan point penting yang menjadi masukan kepada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu :
1.Perlu dilakukan pengawasan intensif terkait mekanisme penerimaan mahasiswa baru dari jalur mandiri yang dilaksanakan oleh PTN yang berstatus PTN BH dan PTN BLU.
2.Transparansi pengelolaan penggunaan anggaran kegiatan PTN dan pemasukan keuangan kampus dari pembukaan kelas mandiri.
3.Seleksi ketat Rekruitment Mahasiswa dan siswa dari jalur prestasi disesuaikan dengan standarisasi prestasi yang dimilikinya. Karena ini termasuk jalur rawan KKN di dalam penyelenggara pendidikan negeri.
Kita percaya apa yang sudah dilakukan oleh Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidkan dan Kebudayaan bertujuan meningkatkan kompetensi bagi PTN untuk meningkatkan menjadi standar internasional dan bersaing kompetitif menghasilkan SDM yang berkualitas bersaing dengan universitas internasional lainnya.
Tentu saja permasalahan yang terjadi saat ini menjadi repairing to good university ke depan dan memberantas oknum yang bermental korup.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan