LAMPUNG – Per tanggal 3 September 2022 pukul 14.30 pemerintah menaikan harga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, Solar dan Pertamax, kenaikan tersebut bervariasi, sebelum kenaikan BBM tersebut, di masyarakat sempat terjadi panic buying dua hari sebelumnya.
Kenaikan BBM sangat berimplikasi di semua sectoral terlebih saat ini kondisi perekonomian masih dalam tahap pemulihan, hal ini dikhawatirkan akan berimbas tingginya inflasi hingga akhir tahun sehingga berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Agustus 2022 mencapai 4,69 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sementara secara bulanan terjadi deflasi sebesar 0,21 persen (month-to-month/mtm). Sebelum kenaikan BBM barang komoditi seperti beras, telur dan bawang sudah mengalami kenaikan terlebih dahulu. Hal ini memicu deflasi pada komponen harga bergejolak, yaitu sebesar -2,90 persen mtm.
Pemerintah memang sudah seharusnya menaikan BBM bersubsidi karena kondisi harga minyak dunia yang terus bergejolak meskipun secara secara anggaran sangat menguras APBN dan terjadi pembengkakan dari Rp.502 Triliun menjadi Rp 650 triliun, dan hal tersebut sudah tidak dapat dihindarkan lagi.
Namun yang harus di pikirkan oleh pemerintah bagaimana kondisi masyarakat saat ini secara financial cost akan lebih besar daripada salary yang di terima terlebih laju perekonomian dalam grafik bergerak secara perlahan.
Ada alternatif solusi yang bisa menjadi pertimbangan untuk permasalahan saat ini:
1.Mengalihkan subsidi BBM dialihkan kepada subsidi yang sifatnya kebutuhan premier bukan kebutuhan tersier, seperti gas dan listrik. Karena kebutuhan 2 unit tersebut adalah kebutuhan Bersama dan sebelumnya sudah berdampak mengalami kenaikan, tentunya pemerintah harus berbagi Ketika mengurangi subsidi di BBM dengan mengalihkan ke sector lain, mungkin untuk BBM Solar kita harus pahami karena unsur terpenting akomodasi masyarakat memakai jenis bahan bakar tersebut
2. Alih teknologi BBM solar dan bensin dikombinasikan dengan sumber daya nabati seperti Bio solar dan Bio Etanol atau biasa disebut energi biofuel yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan seperti Pohon sawit dan Biji jarak untuk Bio Solar dan Bio Etanol dari Singkong.
3.Alih teknologi dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar listrik yang saat ini sudah marak dikembangkan oleh perusahaan automotive.
Dari ketiga alternatif solusi diatas saya tertarik supaya pemerintah lebih mengedepankan alih teknologi karena secara umum BBM yang berasal dari minyak fosil sudah tidak relevan lagi karena secara keseluruhan setiap tahunnya mengalami penurunan, dan mungkin dalam kurun waktu 60-70 tahun kedepan akan mengalami penurunan yang sangat drastis.
Pemerintah seharusnya sudah mulai berfikir untuk alih teknologi bukan bergantung kepada teknologi yang ada saat ini yang bergantung kepada BBM yang berasal dari minyak bumi.
Opsi kendaraan yang terbarukan saat ini yaitu dengan pengalohan kepada biofuel dan listrik, namun klo menggunakan listrik lebih bersifat subyek saja perlu adanya obyek konduktor yang tentu saja menggunakan bahan bakar juga, selain itu juga harus membangun infrastruktur baru sedangkan biofuel hanya sedikit merubah system kerja mesin konvensional yang ada saat ini.
Kali ini saya akan lebih membahas bahan bakar dari nabati atau tumbuhan atau lebih tepatnya biofuel. Indonesia merupakan negara agraris yang bentangannya diliputi struktur tanah yang bagus untuk tumbuhan, sudah seharusnya pemerintah melakukan optimalisasi sumber daya alam yang ada.
Indikasinya saja sudah terlihat jelas Ketika harga minyak goreng selama 6 bulan lalu bergerak naik secara signifikan salah satu faktornya adalah penggunaan BBM solar dengan menggunakan minyak sawit di negara-negara eropa karena tingginya harga minyak dunia, dan memang sebenarnya negara eropa sendiri mempunyai regulasi standar emisi mereka yang sudah menggunakan generasi emisi euro 5.
Apakah standar emisi euro itu? Dikutip dari website UD tractor, emisi Euro itu adalah Penetapan standar emisi kendaraan dampak emisi kendaraan bermotor yang mengandung gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat lain (Particulate Matter/PM). Adapun batas emisi bensin CO: 2,72 g/km dan HC+NOx: 0,97 g/km. Batas emisi diesel CO: 2,72 g/km; HC+NOx: 0,97 g/km; dan PM: 0,14 g/km. Bila melebihi ambang konsentrasi tertentu, dampak dari zat-zat tersebut berpengaruh negatif pada manusia dan lingkungan. Tentunya pertumbuhan kendaraan bermotor dan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi, berimbas pada gas buang (emisi) yang akan terus bertambah.
Untuk menanggulangi peningkatan konsumsi bahan bakar minyak yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan lapisan ozon, negara-negara di eropa mencoba beralih kepada bahan bakar ramah lingkungan yaitu menggunakan kombinasi antara BBM minyak bumi dan BBM nabati.
BBM nabati seperti yang saya jelaskan diatas salah satunya dari Pohon Sawit (CPO / Crude Palm Oil). Negara-negara eropa pada tahun 2007 sudah menargetkan akan melakukan peralihan kepada bahan bakar nabati pada tahun 2020 dengan menetapkan penggunaan 10 persen Biofuel.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengeluarkan regulasi yang mendukung kebijakan pengembangan biodiesel dan bioethanol yaitu di peraturan presiden. No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, ditindaklanjuti dengan instruksi presiden No.1 tahun 2006 tentang pemanfaatan Bahan Bakar Nabati.
Bahkan pemerintah sendiri sudah menetapkan standar SNI 04-7182-600 tentang standar Biodiesel nasional. Pemerintah Indonesia pada tahun 2006 telah memiliki kebijakan untuk mendukung penggunaan penggunaan bahan bakar nabati sesuai dengan Keputusan Dirjen Migas Nomor 3675/2/DJM/2006 yang memberikan ijin pencampuran biodiesel dan biofuel maksimum 10 persen. Hal ini berarti Indonesia sebenarnya sudah siap melaksanakan penggantian Bahan bakar nabati pada tahun 2020. Dikutip dari jurnal Sri Hartoyo salah satu pengajar di IPB.
Namun seperti kita ketahui harga minyak bumi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap ekspor CPO Indonesia pada taraf a=0,063. Jika harga minyak bumi meningkat maka akan menyebabkan harga ekspor CPO juga akan meningkat. Harga ekspor CPO selain mempunyai pengaruh yang nyata terhadap volume ekspor CPO pada taraf a=0,011 juga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap harga CPO domestic pada a=0,006.
Dari segi perbandingan presentase tersebut jika harga ekspor international meningkat impactnya harga CPO di dalam negeri juga akan meningkat yang menyebabkan harga minyak goreng sawit naik. Rata-rata kenaikan produksi biodiesel 39-40 persen pertahun.
Pemerintah seharusnya dalam durasi dari tahun 2011-2022 sudah mempunyai ketahanan energi tersendiri untuk menyiasati kenaikan minyak dunia, kondisi saat ini sudah tergambar dan terencana dari tahun 2007. Dan hal tersebut sudah terlaksana.
Saat ini negara Eropa dengan standar emisi euro 5 ditambah dengan kondisi ekonomi global yang menurun, harga minyak dunia naik berkali lipat dan terjadi peperangan antara negara besar sehingga negara-negara dunia berputar arah untuk merealisasikan penggunaan energi terbarukan.
Indonesia sebagai negara terbesar penghasil sawit dunia menjadi incaran negara-negara dunia, dan impact sudah terjadi dalam kurun waktu semester pertama tahun 2022, dimana harga minyak sawit atau minyak goreng melonjak tajam.
Menjadi sebuah keniscayaan dimana Indonesia sebagai negara terbesar penghasil sawit dunia disaat bersamaan seharusnya menikmati harga sawit yang mahal tetapi harga minyak goreng di dalam negerinya malah ikut meningkat. Seharusnya dari awal pemerintah sudah meyiapkan system sharing subsidi untuk kenaikan CPO tersebut.
Bukan tidak mungkin 10-20 tahun kedepan kebutuhan akan biofuel akan meningkat drastis, seiring dengan menurunnya kandungan minyak fosil dunia. Indonesia sebagai negara agraris harus bersiap menjadi negara yang mempunyai ketahanan energi baik pangan maupun energi terbarukan.
Kedepan pastinya Indonesia akan menjadi posisi terdepan dalam mengalokasikan minyak dunia menggantikan minyak bumi/fosil. Perencanan yang sudah direncanakan pemerintah dari periode sebelumnya seharusnya sudah berjalan secara linier, dan bersiap mengambil posisi terdepan.
Mungkin saja menjadi komiditi terbesar dan dapat membangun negara ini, melunasi hutang dan menjadi negara maju Sudah saatnya masyarakat merasakan kemakmuran dari hasil pertanian dan perkebunan. Sesuai moto negara Indonesia gemah ripah loh jinawi
Tinggalkan Balasan