JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama pemerintah daerah terus mensosialisasikan masyarakat terkait pentingnya pemasangan tanda batas atau patok tanah.
Hal ini diharapkan dapat masyarakat lakukan, sebab patok yang sudah terpasang akan mempermudah proses pengukuran dan pemetaan untuk mempercepat penerbitan sertifikat tanah.
Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya menyampaikan bahwa saat ini pemerintah gencar melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari desa ke desa di Indonesia.
Pemasangan patok, merupakan salah satu persyaratan dalam program PTSL tersebut.
“Program PTSL berhak diikuti semua pemilik tanah di negeri ini. Semua kita ukur, kita petakan. Kemudian untuk mengurus sertipikatnya, yang bersangkutan harus menyiapkan syarat-syaratnya. Kita mendorong masyarakat untuk aware terhadap tanahnya. Jadi, kalau punya tanah tolong dipasang patok, supaya dengan tanda patok itu artinya dia secara terbuka mengklaim tanah itu, tetangganya juga tahu. Ketika patok atau pagar itu ada, baru kita ukur,” jelas Virgo Eresta Jaya saat ditemui wartawan di Kantor Direktorat Jenderal SPPR Kementerian ATR/BPN, Jakarta, pada Kamis (22/9/2022).
Virgo menyebut persyaratan lain yang harus dipenuhi masyarakat dalam rangka pendaftaran tanah, yaitu surat tanda bukti kepemilikan tanah berupa Girik maupun Letter C.
“Kalau tidak ada, mereka bisa minta surat keterangan dari lurah atau kepala desa bahwa mereka telah menempati tanah tersebut sekian lamanya,” ucap dia.
Persyaratan berikutnya yang harus disiapkan pemohon adalah surat permohonan atau surat pernyataan yang sudah dibubuhi meterai.
Direktur Jenderal SPPR Kementerian ATR/BPN mengatakan, pemasangan patok serta syarat-syarat administratif tersebut disiapkan dengan biaya mandiri dari masyarakat ke kelurahan, sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing daerah.
“Biaya program PTSL didanai oleh pemerintah, oleh Kementerian ATR/BPN dalam hal pengukuran, pemetaan, kita lakukan ajudikasi atau riwayat tanah, dan kita berikan sertipikat. Komponen-komponen itu semuanya gratis. Tapi, tadi yang disebutkan, masyarakat harus siapkan sendiri patok, surat-surat, meterai. Komponen itu yang berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri biayanya Rp150.000 atau berdasarkan kesepakatan kepala daerah,” ujar Virgo.
Pada kesempatan ini, ia memastikan bahwa tidak ada pemungutan biaya lain di samping biaya yang tertera dalam SKB tiga menteri, yang meliputi Menteri ATR/Kepala BPN, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT).
“Biaya lain yang mungkin bisa melebihi itu, adalah pajak, yaitu yang kita sebut dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Jadi masyarakat kalaupun harus membayar itu Rp150.000 atau sesuai dengan peraturan kepala daerah,” tegasnya.
“Tapi kalau ada petugas RT atau oknum yang meminta lebih sampai jutaan, silakan laporkan. Karena kita sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Monitoring dan Evaluasi di Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan, dan kita juga membuka Hotline Pengaduan Whatsapp di nomor 0811-1068-0000. Silakan melapor, pasti akan kita tanggapi,” pungkas dia.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan