JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat lalu lintas ikan di lindungi. KKP saat ini telah mewajibkan lalu lintas jenis ikan dilindungi dan/atau tercantum dalam Appendiks The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) wajib dilengkapi dengan Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI).
Hal ini menjadi salah satu pembahasan dalam Nineteenth Meeting of the Conference of the Parties (COP19) CITES yang berlangsung di Panama pada 14-25 November 2022 lalu yang diikuti oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL).
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) M. Firdaus Agung Kunto Kurniawan menerangkan acara tersebut bertujuan untuk menampilkan beberapa terobosan dalam implementasi CITES dan penggunaan teknologi seperti sistem dalam jaringan (online), panduan digital, Non-Detriment Findings (NDF) dan teknik molekuler yang sedang dikembangkan di seluruh dunia dalam pengelolaan sumberdaya hiu dan pari Appendiks CITES.
“Dalam sidang komite pembahasan proposal jenis ikan terdaftar pada famili Carcharhinidae, Sphyrnidae, Rhinobatidae, Potaromotrygonidae, Thelenota spp. dan Hypancistrus zebra, KKP memberikan intervensi menolak (kecuali Sphyrnidae) dengan pertimbangan pemenuhan aspek biologi, kondisi populasi di Indonesia dan dampak sosio-ekonominya,” terangnya.
Menurut Firdaus, berdasarkan hasil voting dan/atau konsensus forum, seluruh jenis ikan hiu dan pari yang diusulkan terdaftar, masuk ke dalam daftar Appendiks II CITES.
Konsekuensi dari hasil tersebut antara lain setiap pemanfaatan jenis ikan Appendiks II harus memiliki izin berupa Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI), jumlah pemanfaatan jenis ikan akan diatur dengan mekanisme kuota dan setiap lalu-lintas jenis ikan harus dilengkapi dengan dokumen angkut berupa SAJI.
“Pengaturan dimaksudkan untuk mengontrol perdagangan spesies dan memastikan kelestariannya di alam. Pasca COP19, KKP akan berkoordinasi dengan BRIN selaku Scientific Authority CITES di Indonesia untuk melaksanakan sosialisasi dan penyusunan dokumen NDF serta berkoordinasi dengan Ditjen PSDKP, BKIPM, Kemendag dan Kemenlu untuk pelaksanaan ketentuan CITES,” ujar Firda.
COP CITES merupakan pertemuan rutin setiap dua tahun antar negara anggota untuk membahas hal-hal mengenai implementasi konvensi, perkembangan dan perubahan status jenis flora dan fauna terancam punah yang diatur perdagangan internasionalnya melalui konvensi tersebut.
Selain KKP sebagai Management Authority CITES untuk jenis ikan bersirip (Pisces) di Indonesia, COP19 CITES juga dihadiri oleh KLHK), Kementerian Luar Negeri dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan