Ferdy Sambo saat menjalani sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jaksel. Dok: Tangkapan layar Youtube

JAKARTA – Aji Febrianto Ar-Rosyid ahli bidang komputer forensik dari Polri, meyakini bahwa alat uji kebohongan atau poligraf memiliki tingkat akurasi tinggi yaitu lebih dari 93 persen. Hal itu disampaikan Aji terkait hasil pemeriksaan uji kebohongan Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Rabu (14/12/2022).

“Poligraf Amerika, untuk teknik yang kita gunakan, yaitu Tahiat City memiliki keakuratan di atas 93 persen,” kata Aji saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang perkara dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Aji mengatakan bahwa poligraf adalah aktivitas pemeriksaan dengan menggunakan alat poligraf untuk menentukan seseorang itu berbohong atau jujur. Lebih lanjut Aji mengungkapkan sebelum berkas perkara dilimpahkan dalam pemeriksaan penyidik, dirinya memeriksa kelimat terdakwa Ferdy Sambo Cs.

Untuk pemeriksaan poligraf iya,” ujar Aji.

Kemudian Aji mengungkapkan mekanisme pengambilan keterangan terhadap Ferdy Sambo Cs selama tes kebohongan dengan menggunakan alat poligraf.

“Pemeriksaan poligraf dimulai dari permintaan penyidik, setelah ada permintaan dari penyidik, kami selaku pemeriksa poligraf berkoordinasi dengan penyidik berkaitan isu yang kami akan dalam proses pemeriksaan,” jelasnya. Setelah itu pihaknya mempelajari konstruksi kasusnya seperti apa, kemudian menentukan waktu setelah itu baru dilakukan pemeriksaan. Aji mengatakan terdapat 3 tahapan pemeriksaan.

“Pertama, tahapan prites, tahapan prites ini tahapan di mana seorang pemeriksa menjelaskan mekanisme pemeriksaan poligraf, di dalamnya ada berkaitan riwayat kesehatan, riwayat sosial, lalu menyamakan persepsi berkaitan kronologi kejadian,” jelasnya.

Tahapan kedua yakni tahapan tes. Aji menyampaikan tahapan ini dimulai dengan ditandainya seorang terperiksa dipasang alat-alat berupa sensor, seperti sensor poligraf. Terdapat empat sensor poligraf, yaitu sensor pernapasan dada, sensor pernapasan perut, sensor elektrodermal, dan sensor kardivaskuler.

“Lalu setelah terperiksa diberikan, dipasang alat-alat kemudian diberikan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan metode yang kami gunakan,” tuturnya.

Tahapan ketiga yakni, tahapan post test. Aji menjelaskan tahapan tersebut untuk menganalisa grafik, di mana dalam menganalisa grafik ini pihaknya tidak bekerja sendiri. Pihaknya bekerja secara tim untuk menentukan apakah terperiksa ini terindikasi berbohong atau jujur.

Kemudian terkait tingkat keakuratannya sebesar 93%, Aji menjelaskan sisa dari 7 % tersebut tergantung pada pemeriksa.
“Semakin pandai seorang pemeriksa maka nilai keakuratan pemeriksaan ini akan semakin tinggi, untuk nilai ambang bawahnya adalah 93 persen,” terangnya.