JAKARTA – Sebagai mitigasi kebakaran hutan dan lahan akibat musim kemarau kering di Tanah Air yang diprediksi terjadi pada tahun 2023, diterapkan teknologi modifikasi cuaca.
“Akhir Februari atau pertengahan Maret, kami sudah mulai operasi, karena biasanya Pak Presiden akan pesan jangan sampai Lebaran ada asap,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Penggunaan teknologi modifikasi cuaca yang dahulu dikenal sebagai teknologi hujan buatan merupakan bagian dari upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan cara pembasahan gambut.
Metode itu efektif saat menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2020.
Siti mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan; Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
Berdasarkan data Kementerian LHK, ada 66 titik kebakaran dengan luas 459 hektare yang terjadi pada 11 provinsi di Indonesia terhitung sejak 1 sampai 19 Januari 2023.
Penerapan teknologi modifikasi cuaca yang dahulu dikenal sebagai teknologi hujan buatan merupakan bagian dari upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan cara pembasahan gambut.
Pada 2022, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 204.000 hektare. Jumlah itu menurun dari tahun 2021, sebanyak 358.000 hektare.
Sebelumnya BMKG menyatakan bencana kebakaran hutan diprediksi meningkat tahun 2023 ini yang berpotensi sama seperti kejadian pada tahun 2019.
Fenomena La Nina yang semakin melemah dan masuk netral menyebabkan curah hujan menurun, sehingga berpotensi menciptakan titik api di kawasan hutan dan lahan. Bahkan kondisi netral itu sangat dekat hampir berhimpit dengan kondisi El Nino lemah.
BMKG memprediksi bahwa curah hujan pada tahun ini mengalami penurunan bila dibandingkan curah hujan tahun 2022 maupun tiga tahun lalu, meskipun saat ini masih puncak musim hujan.
“Ibu Menteri sudah menyampaikan persiapan untuk hal itu (modifikasi cuaca) mulai Maret, Insya Allah itu jauh lebih dini. Hal yang dikhawatirkan April sudah mulai (kemarau), sehingga Maret sudah mulai bergerak,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan