JAKARTA – Anggota Komisi II DPR Riyanta mengatakan salah satu permasalahan di undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah pendataan tenaga non ASN.
Hal itu diungkapkan Riyanta kepada Indonesiaparlemen.com usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Forum Non Aparatur Negri Sipil (Fornas) Jawa Tengah di Gedung DPR , Jakarta, Selasa (31/1/2023).
“Dimana solusi yang terbaik menurut pandangan dari Komisi II DPR salah satu pasal di undang-undang nomor 5 tahun 2014 agar dikonstruksikan dan bisa diakomodasikan tenaga honorer,” kata legislator PDI Perjuangan itu.
Sebagai informasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) meminta kepada Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan pemetaan dan pendataan tenaga honorer atau non-ASN. Ini diperuntukkan menjadi syarat agar dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Riyanta menjelaskan apa yang dilakukan oleh Menteri PANRB lewat surat edaran itu hanyalah penegasan. Menurut dia, surat edaran tersebut bukanlah salah satu tata peraturan perundang-undangan, namun hanya bersifat mengatur internal.
Dia mengimbau tenaga honorer untuk fokus mendorong DPR dan pemerintah merevisi undang-undang nomor 5 tahun 2014 agar tenaga honorer bisa terakomodasikan.
“Karena kalau berpegangan undang-undang yang sudah ada para tenaga honorer yang sudah usia tua akan diadu dengan kompetisi dengan tenaga honorer yang lebih muda dan baru lolos. Itu sangat tidak relevan dan akan menjadi masalah,” pungkasnya.
Jurnalis: Agung Nugroho/Dirham
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan