JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar atau Gus Halim menyambut positif ajakan Kemendikbud Ristek melalui pelaksanaan program Pemajuan Kebudayaan Desa.
Dengan program tersebut, akar budaya desa yang adaptif akan tetap menjadi tumpuan utama dalam pembangunan desa.
“Yang pasti basis utama penanganan desa ya di kebudayaan. Banyak hal yang membutuhkan pendampingan untuk mengeksplorasi budaya-budaya positif bagi pembangunan sekaligus kanalisasi dan revitalisasi terhadap nilai budaya agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan,” kata Gus Halim saat menerima audiensi dengan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid di ruang kerjanya, Kalibata pada Rabu (8/3/2023).
Tidak hanya itu, Gus Halim juga ingin dalam pelakasanaan program tersebut ada pola yang jelas yang menyesuaikan dengan masalah, potensi, dan kebutuhan desa yang cenderung berbeda antardaerah.
“Harus dipastikan polanya bagaimana. Tapi tetap harus terukur dan yang jelas harus berkesinambungan dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Pemajuan Kebudayaan Desa merupakan program prioritas Kemendikbud Ristek yang digagas sejak 2021. Tujuannya untuk mendukung proses dan mewujudkan inisiatif pemajuan kebudayaan melalui pemberdayaan masyarakat desa.
Hal tersebut senada dengan gagasan Gus Halim pada poin SDGs Desa nomor 18, Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif untuk membangun desa tanpa meninggalkan akar budaya yang dimiliki.
Menurut Gus Halim, budaya tidak boleh terkikis oleh kemajuan zaman namun justru menjadi dasar dalam upaya mewujudkan desa-desa yang mandiri. Oleh karena itu, ia bahkan mengusulkan sembilan desa di IKN tidak diubah nama dan tradisinya namun tetap dimodifikasi sehingga menjadi etalase budaya Indonesia.
“Kita selalu membangun pemikiran atau konsep itu membangun desa jangan sampai tidak bertumpu pada akar budaya atau bahasa lain apapun proses pembangunan kita harus merujuk pada hal obyektif yang bisa dipertahankan,” tegasnya.
Sementara itu, program Kemajuan Pembudayaan Desa akan fokus pada 235 dari total keseluruhan desa di Indonesia. Ratusan desa tersebut akan diberi pendampingan untuk memajukan daerahnya dengan pendekatan kebudayaan.
Selain itu, program ini juga diharap dapat meminimalisir adanya budaya yang terkikis sehingga bisa terus dilestarikan.
“Karena terbatas fokusnya maka kita fokus ke 235 desa. Intinya melakukan pendataan, potensi kultural bukan hanya kesenian tapi juga pengetahuan teknologi termasuk bahasa. Semua dipetakan ngajarin temen-teman desa dengan modal kita seperti ini kira-kira bisa bikin apa,” jelas Hilmar Farid.
“Kita ingin mengatasi masalah-masalah desa seperti stunting dan lainnya tapi kita lebih fokus ke pendekatan kebudayaan. Perlu proses kultural agar teman-teman bisa menemukan potensi untuk menyelesaikan masalah itu,” pungkas Hilmar. (*)
Jurnalis: Dirham
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan