JAKARTA – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan menolak permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diajukan PT Selatan Jaya Prima Perkasa.
Atas putusan tersebut, R Hendra M Kusumah selaku kuasa hukum dari kantor hukum Heber Sihombing & Partner mengaku kecewa.
“Tentunya kami kecewa dengan putusan itu, namun kami menghormati putusan hakim. Terkait upaya hukum selanjutnya kami akan berdiskusi dahulu dengan klien kami,” ujar Hendra, Senin (3/4/2023).
Sementara itu, Direktur PT Selatan Jaya Prima Perkasa, Herry Wijaya mengatakan, sebagai distributor MBI, produsen terbesar minuman beralkohol di Indonesia merasa dirugikan dan dizalimi, serta dicampakkan begitu saja oleh MBI, ibarat habis manis sepah dibuang. Pasalnya, kata dia, kinerja baik yang telah dibangun sejak 2002 diputuskan sepihak setelah pada saat musibah Covid-19 sebagai peristiwa force majeure di tahun 2021.
“Mereka memutuskan secara sepihak tanpa melihat apa yang sudah dilakukan selama ini termasuk jatuh bangun pada saat Permendag di tahun 2015 yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket,” kata Herry.
Dikatakan Herry, usaha yang telah berjalan untuk mendistribusikan semua produk MBI ke pasar modern ini termasuk Indomaret, Alfamart, Ranchmarket, Indogrosir, Lotte, Aeon, dll kata Herry, harus terhenti secara sepihak sebelum perhitungan hutang piutang tuntas.
Fakta yang terjadi, lanjut dia MBI mempunyai perjanjian dengan PT SJPP namun di belakang MBI melakukan perjanjian tersendiri dengan pihak pasar modern tanpa melibatkan distributor.
Atas perjanjian yang dilakukan oleh MBI ini, dirinya mengaku harus menerima setiap hal-hal yang berhubungan dengan order, pengiriman, klaim biaya promosi, dan returan barang baik bagus maupun rusak.
“Hal tersebut sangat memberatkan dan merugikan kami atas returan barang dan promosi. Sebagai produsen yang melakukan perjanjian dengan para pasar modern, seharusnya MBI menanggung kerugiannya karena telah melakukan perjanjian kedua belah pihak dengan account-account pasar modern,” ungkapnya.
Masalah ini, tambah Herry, semakin memberatkan dan merugikan distibutor. Selain tidak ada niat untuk merubah hal ini dan distributor juga tidak mempunyai opsi dengan tetap menjalani usaha ini karena telah melakukan investasi besar dalam permodalan, infrastruktur, dan sumber daya.
“Saya meminta MBI untuk membantu memfasilitasi dan menyelesaikan permasalahan distributor dengan pihak minimarket atau supermarket karena semua aktivitas promosi, claim, returan barang yang buat adalah para karyawan MBI bersama account kemudian distibutor hanya menerima akibatnya,” kata Herry.
Dia mengaku sangat kecewa karena apa yang telah diberikan ternyata mendapat perlakuan lain. Selain kerugian materil sebesar Rp100 miliar, tambah Herry, juga kerugian imaterial seperti nama baik perusahaan dan pribadi.
“Pada saat berperkara di BANI, kerugian yang kami alami tidak diakui oleh mereka. Ini yang membuat kami kecewa karena kami itu pengusaha kecil yang mencari untung untuk memenuhi kewajiban terhadap karyawan, sedangkan MBI adalah perusahaan raksasa international yang tujuannya mencari keuntungan sebesar besarnya. Dalam perkara ini, saya tetap akan menuntut keadilan secara hukum nasional maupun international,” kata dia.
Dalam perkara No. 708/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Tim ini, PT SJPP selaku pemohon melawan PT Multi Bintang Indonesia Niaga selaku termohon I dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, cq Majelis Arbitrase Pemeriksa Perkara selaku termohon II. Terkait dengan hasil putusan sidang di PN Jakarta Timur, baik pihak BANI maupun MBI enggan memberikan tanggapannya kepada wartawan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan