BANDUNG – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan Seminar dan Diskusi Nasional dengan tema “Peran dan Tantangan Penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik Pertanahan dan Ruang Terintegrasi Menuju Pembangunan Agraria Berkelanjutan”, Rabu (13/9/2023).

Seminar ini juga merupakan rangkaian acara dalam rangka peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang (HANTARU) Tahun 2023.

Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Tata Ruang (Dirjen SPPR), Virgo Eresta Jaya menyebut ada satu pilar utama yang menjadi dasar atau landasan dalam paradigma administrasi pertanahan, yakni Land Information. Pilar ini kemudian menopang empat pilar tambahan yang meliputi Land Tenure, Land Value, Land Use, dan Land Development.

Menurutnya, keempat pilar tersebut masih condong pada kebutuhan pemerintah dalam membuat kebijakan. Untuk itu, perlu ada pilar tambahan lainnya yang mewadahi kebutuhan masyarakat terkait pemenuhan data yang lebih spesifik dan lengkap, yaitu informasi geospasial tematik (IGT) pertanahan dan ruang yang terintegrasi.

“Kita perlu pilar kelima, tematik kebebasan yang based on our cadaster (IGT, red). Mungkin akhir bulan ini kita akan rilis peta kadaster. Semua orang dengan login tertentu bisa buat layer tema di atasnya, memberi warna bidang tanah sesuai dengan maunya. Supaya masyarakat Indonesia mau memanfaatkan informasi geospasial yang ada, membubuhkan tematik-tematik baru yang mungkin saat ini tidak terpikirkan,” ungkap Virgo Eresta Jaya selaku keynote speaker dalam seminar yang dilaksanakan di Hotel Intercontinental, Bandung, Jawa Barat.

Untuk bisa sampai pada penyelenggaraan IGT pertanahan dan ruang yang terintegrasi, Virgo mengingatkan bawa perlu kolaborasi dari berbagai pihak. Kolaborasi diharapkan datang dari kementerian/lembaga terkait, perusahaan swasta, universitas, maupun masyarakat secara umum.

“Maka dalam kesempatan ini, kita mengundang instansi dan kampus, juga perusahaan swasta untuk membantu kita. Bagaimana agar informasi yang kaya bisa dibuat lebih kaya dan bermanfaat lagi,” tuturnya.

Virgo mengungkapkan, penyelenggaraan IGT yang terintegrasi ini dilatarbelakangi dengan tujuan dan harapan pemerintah untuk membuat kebijakan yang baik, menata pasar yang lebih bagus, mengatur pembangunan yang berkelanjutan, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat seperti dalam hal manajemen aset.

“Kita berharap semua masukan feedback complain akan menjadi kontribusi yang baik untuk kemajuan IGT berbasis pertanahan dan ruang. Karena kalau dulu administrasi pertanahan milik pemerintah, ke depan milik kita bersama,” ungkapnya.

Dalam seminar kali ini, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Iwan Melano berpendapat, penyelenggaraan IGT pertanahan dan ruang yang terintegrasi ini menjadi prasyarat tercapainya visi Indonesia Emas 2045.

“Dan seiring dengan hal tersebut, sektor bidang survei dan kadaster di Indonesia perlu bertransformasi secara inovatif dan didorong oleh komitmen yang teguh dalam mengerjakan tugas ini. Salah satunya dalam pendidikan profesi,” sebutnya.

Ia juga menjelaskan, kampus yang akan melahirkan para profesional di bidang pertanahan ini juga dituntut untuk menjadi bagian dalam menjawab tantangan penyelenggaraan IGT pertanahan dan ruang terintegrasi, menuju Kadaster Indonesia yang modern.

“Kata kunci kadaster modern adalah monetisasi, pengelolaan IGT yang berorientasi pada pengguna, serta peran IGT dalam percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan tidak kalah penting, IGT harus memudahkan proses investasi,” tegas Iwan Melano.

Di pihak lain, dalam laporannya, Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Pertanahan dan Ruang, Herjon C.M. Panggabean menyampaikan dua poin penting yang ingin dicapai dalam seminar ini.

“Pertama, adanya upaya yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan IGT pertanahan dan ruang yang terintegrasi. Kedua, seminar ini mampu menyinergikan seluruh stakeholder, instansi, dan akademisi dalam penyelenggaraan IGT,” pungkasnya.

Jurnalis: Agung Nugroho