SURABAYA – Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap-Partisipasi Masyarakat (PTSL-PM) fase VI pada Program Percepatan Reforma Agraria (PPRA), Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) memasuki tahap akhir.

Bersama dengan World Bank, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan upaya peningkatan capaian serta mengevaluasi program tersebut.

Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) SPPR yang juga selaku Direktur Unit Manajemen Kegiatan Program Reforma Agraria, Fitriyani Hasibuan menjelaskan, PPRA itu sendiri ialah bentuk upaya memberikan kepastian tentang kepemilikan tanah dan penggunaan tanah pada tingkat desa di daerah-daerah yang menjadi lokasi proyek.

“Saat ini lokasi proyek sudah berlangsung di 10 provinsi, di antaranya Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tiga provinsi terakhir baru bergabung sejak fase V yang dimulai tahun 2022,” jelasnya dalam Kick-off Meeting World Bank Implementation Support Mission One Map Project, yang berlangsung, pada Selasa (12/9/2023) di JW Marriot Hotel, Surabaya.

Fitriyani Hasibuan menjelaskan, ada tiga komponen penting dalam PPRA, yaitu pemetaan partisipasi dan Reforma Agraria, infrastruktur data geospasial untuk pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, serta manajemen proyek, pengembangan kelembagaan, dan monitoring.

“Untuk program pemetaan partisipasi dan Reforma Agraria serta manajemen proyek, pengembangan kelembagaan, dan monitoring, itu berada di ranah Kementerian ATR/BPN. Namun, komponen infrastruktur data geospasial berada di ranah Badan Informasi Geospasial (BIG),” terangnya.

Dalam praktiknya, Fitriyani Hasibuan mengaku optimis dapat menyelesaikan target PPRA yang ada. Ia menyebutkan, target bidang mulanya berkisar 4,3 juta bidang, kemudian setelah melalui penyesuaian target itu bertambah jadi 7 juta bidang.

“Ini saya sangat berterima kasih karena program ini sangat bermanfaat sekali. Lalu, manfaatnya juga dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, sebagai bagian dalam One Map Policy Project, dikatakan oleh Fitriyani Hasibuan bahwa PTSL-PM dalam implementasinya masih menemui banyak tantangan. Satu per satu masalah pihaknya coba selesaikan.

“Kita bisa selesaikan masalah dengan surveyor. Saat ini setelah memakai jasa surveyor berlisensi, pekerjaan menjadi cepat. Juga dengan para Puldatan (Pengumpul Data Pertanahan, red) sinerginya sudah terbangun. Tinggal kita berharap pemetaan yang sudah berjalan dengan cepat ini dapat dibarengi dengan peningkatan sertipikasi hak atas tanahnya agar kita bersama-sama lari dengan cepat,” ungkap Fitriyani Hasibuan.

Dalam pertemuan ini, turut hadir Direktur Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan, dan PPAT, Iskandar Syah. Ia membahas terkait proses sertifikasi tanah ulayat yang sedang berlangsung tahap piloting-nya di beberapa daerah.

“Kita memang tengah proses piloting project di Provinsi Sumatra Barat. Itu ada dua kabupaten, salah satunya di Tanah Datar. Kurang lebih terdapat lima bidang yang sedang proses,” ungkapnya.

Lebih lanjut Iskandar Syah menjelaskan, dari lima bidang di Kabupaten Tanah Datar, tiga bidang tanahnya sedang diproses penerbitan SK yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) untuk tanah ulayat. Lalu, untuk dua bidang lainnya saat ini sedang dilakukan pengukuran.

“Semoga di Hari Peringatan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada 24 September ini dapat selesai, sehingga kita dapat kado untuk UUPA serta output terbaik pada piloting project di Sumatra Barat,” jelasnya.

Jurnalis: Agung Nugroho