SEMARANG – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan lingkungan kampus perguruan tinggi menjadi incaran penyebaran paham dan rekrutmen terorisme gaya baru.
Biasanya perekrutan diawali dengan pendekatan yang soft, lewat interaksi di kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang berbalut agama yang kemudian ditindaklanjuti dengan doktrinasi lewat komunikasi di media sosial.
“Mereka ini sekarang merubah polanya, dari hard ke soft, mereka bergerak di bawah permukaan, dalam ruang yang gelap, menggunakan bungkus simbol-simbol agama, menggunakan sucian agama di aula kampus atau acara kampus, dari doktrinasi kemudian rekutmen secara langsung yang offline maupun online,” kata Kepala BNPT Komjen Rycko Amelza Dahniel di Semarang, Sabtu (11/11/2023) .
Rycko menambahkan bila doktrinasi sudah masuk, maka sebagian besar mahasiswa yang terpapar akan menjadi ‘lone wolf’ melakukan aksi seorang diri tanpa ada keterlibatan dengan kelompok atau jaringan apapun.
“Begitu doktrinnya masuk, maka ini akan memicu mereka menjadi lone wolf dan ini tidak perlu melibatkan kelompok atau jaringan manapun,” tambah Rycko.
Dari hasil pendalaman pihak BNPT, aksi-aksi serangan kekerasan sudah tidak diminati khususnya generasi muda saat ini karena akan memancing tindakan masif dari aparat Densus 88 Antiteror Polri.
“Pola radikalisasi, pola serangan terorisme, sekarang sudah berubah, dari data 2018 sampe 2023, di semester pertama ini menurun serangan terbuka serangan terorisme secara terbuka, hard a pros, pendekatan dengan open attack terbuka itu menurun 89%, ini disebabkan oleh faktor yang pertama karena tindakan penegakan hukum yang masif dilakukan oleh densus 88, terus yang kedua, generasi muda tidak lagi perlu dan ga suka mereka dengan kekerasan,” jelas Rycko.
Fenomena nyata ini membuat pihak BNPT untuk terus masuk melakukan pendekatan ke kampus-kampus lewat diskusi dan seminar serta pencegahan tindakan intoleransi dimana intoleransi menjadi bibit awal radikalisme dan terorisme.
Jurnalis: Dewo
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan