JAKARTA – Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyebut usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 sebesar Rp105 juta dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas masih rasional. Dia menilai, asumsi kenaikan biaya tersebut didasarkan pada acuan nilai tukar mata uang.

“Rancangan biaya yang diajukan Menag sebenarnya masih dalam kategori rasional mengingat tren biaya haji cenderung akan terus naik. Kenaikan biaya haji terus melonjak cukup drastis terutama setelah pandemi covid-19,” jelas Mustolih saat dihubungi, Jumat (17/11/2023).

Mustolih mengungkapkan pada musim 2023 asumsi acuan yang disepakati kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Tahun depan, kurs dollar terhadap rupiah sekitar Rp16 ribu. Sementara itu, asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah adalah sekitar Rp 4.266.

Selain dipicu acuan kurs, kata dia, masih ada banyak faktor yang mendorong kenaikan biaya haji. Antara lain, harga avtur, kenaikan biaya konsumsi, akomodasi, fluktuasi biaya layanan di Arab Saudi, khususnya paket masyair/armuzna (Arafah, Mina dan Muzdalifah), penerapan pajak di Arab Saudi.

“Belum lagi jika situasi eskalasi konflik di Timur Tengah masih terus memanas dan tidak menentu seperti sekarang juga akan memiliki andil mengerek komponen biaya haji,” bebernya.

Menurut dia, asumsi biaya yang diusulkan Kemenag tidak semua dibayar oleh jemaah. Sebab, ada biaya subsidi dari hasil optimalisasi pengelolaan keuangan haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dari akumulasi penempatan atau investasi dari setoran awal dana jemaah haji tunggu.

Besaran prosentasinya dan biaya yang akan ditanggung per jemaah sebagai biaya pelunasan nanti akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII, Kemenag dan BPKH.
Pada musim haji 2023 pemerintah dan DPR menetapkan biaya haji di angka median Rp90.050.637,26. Dari jumlah tersebut disepakati besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayar oleh masing-masing jemaah rata-rata Rp49.812.700,26 atau 55,3 persen dari BPIH. Besaran tersebut dikurangi setoran awal jemaah pada saat awal mendaftar Rp25 juta.

Sedangkan, sisanya bersumber dari nilai manfaat (dana optimalisasi) di BPKH sebesar Rp40.237.937 atau 44,7 persen dari BPIH.

Mustolih mengingatkan angka BPIH masih belum final. Makanya, ia menilai perlu dikritisi lebih jauh dan pendalaman lebih cermat sehingga mendapatkan angka yang benar-benar moderat.

Satu sisi tidak terlalu memberatkan jemaah, di sisi lain tidak menggerus dana optimilasisasi di BPKH. Sebab, kata dia, subsidinya terlalu besar sehingga tidak merugikan hak jemaah haji tunggu.

Jurnalis: Dewo