JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait perubahan syarat pasangan calon peserta Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, tidak dapat dijadikan sebagai bukti terjadinya tindakan nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Hal it disampaikan dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud turut hadir langsung dalam sidang putusan tersebut.

“Menurut Mahkamah, adanya putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut,” kata Hakim Arief Hidayat

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa MKMK tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sebab, isu yang dapat diperdebatkan bukan lagi mengenai konstitusionalitas syarat, melainkan lebih pada kepatuhan syarat oleh pasangan calon peserta pemilum

“Terlebih, kesimpulan dalam putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam putusan Mahkamah Konstitusi 141/PUU-XXI/2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan putusan MK dalam konteks perselisihan hasil pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusional syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta pemilu,” kata Arief.