JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Jajaran pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyambangi Mabes Polri, Senin (12/10/2020).
Tujuannya membahas keselamatan wartawan saat meliput aksi demonstrasi di lapangan, serta mencegah terjadinya kekerasan terhadap para wartawan oleh aparat ke depannya.
Hal ini terkait dengan masih adanya wartawan yang mengalami kekerasan saat meliput aksi demonstrasi menolak UU Ciptaker, Kamis, (8/10/2020) lalu.
Dalam kesempatan itu PWI diwakili oleh Ketua Umumnya Atal S Depari, Sekjen PWI Mirza Zulhadi dan Sekertaris II PWI Jaya, Naek Pangaribuan.
Mereka diterima oleh Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono.
Pada pertemuan itu, disepakati bahwa Polri akan kembali mensosialisasikan ke aparat di lapangan bahwa kerja wartawan dilindungi Undang-undang dan tidak boleh mengalami kekerasan serta intimidasi.
Meskipun sebenarnya hal ini sudah seringkali diinstruksikan ke aparat di lapangan.
“Artinya Polri juga wajib melindungi wartawan yang bekerja saat meliput aksi demonstrasi di lapangan,” tutur Argo Yuwono.
Menurut Argo, pihaknya juga meminta wartawan di lapangan dilengkapi dengan tanda pengenal dan kartu identitas yang jelas.
“Karenanya ke depan kami akan membuat rompi khusus bagi wartawan di lapangan, agar dapat dikenali petugas. Sehingga tidak terjadi kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan,” ujar Argo.
Untuk penyediaan rompi bagi wartawan ini, kata Argo, akan dimulai nantinya bagi para wartawan di Mapolda Metro Jaya dan susul kota-kota besar di Indonesia.
“Selanjutnya secara bertahap di seluruh wartawan di semua Polda,” kata Argo.
Sementara itu Ketua PWI Atal S Depari mengatakan bahwa pada dasarnya Polri juga sepakat bahwa kinerja wartawan di lapangan adalah dilindungi Undang-undang serta dijamin tidak mengalami kekerasan.
Namun katanya di saat atau momen tertentu yang rusuh atau chaos saat aksi demonstrasi, keberadaan wartawan sangat menentukan untuk terhindar dari lapangan.
“Dalam teknis peliputan di lapangan saat aksi demonstrasi, wartawan idealnya berada di belakang aparat, agar terhindar dari kekerasan,” kata Atal.
Atau paling tidak, kata Atal, posisi wartawan adalah di samping antara aparat dan pendemo yang berhadapan.
“Jadi cerdaslah mengambil posisi. Jangan memaksakan diri menerobos ke depan, karena itu berpotensi mendapat kekerasan,” lanjut Atal.
Terkait rencana Polri yang akan menyediakan rompi khusus bagi wartawan yang meliput di lapangan, Atal sangat mendukungnya.
“Karena dengan begitu, aparat mengetahui bahwa seseorang itu adalah wartawan, dan bukan ancaman bagi mereka. Sehingga wartawan terhindar dari kekerasan,” kata Atal. (Bih/Tim)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan