JAKARTA – Hubungan intim adalah hal yang lazim atau bahkan wajib dilakukan oleh pasangan suami istri karena hubungan seks juga merupakan salah satu tujuan seseorang dalam berumah tangga. Tapi bagaimana bila hubungan intim suami-istri dilakukan tanpa kesepakatan bersama? Hal itu bisa berujung pidana.
Dalam RUU KUHP turut diatur mengenai pemerkosaan suami terhadap istri atau marital rape.
Pelanggaran ini sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Marital Rape ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 supaya konsisten dengan Pasal 53 UU 23/2004 tentang PKDRT yaitu tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan,” kata Guru Besar hukum pidana UGM, Prof Marcus Priyo Gunarto.
Di kutip dari akun facebook Berita Purbalingga, 2015 lalu ada kasus pemerkosaan terhadap istri, kasus unik itu terjadi pada pasutri asal Purbalingga.
Khadirin, 39 tahun, dilaporkan ke polisi oleh istrinya sendiri, Kus, karena telah memaksanya berhubungan intim di kamar mandi rumahnya hingga organ intimnya luka dan berdarah. Sang istri merasa telah diperkosa meski Khadirin adalah suaminya sendiri. Selasa, 6 Oktober 2015.dan kasus tersebut berlanjutan digelar di Pengadilan Negeri Purbalingga.
Peristiwa pemerkosaan suami terhadap istrinya ini sebenarnya terjadi sudah relatif lama, tepatnya pada 17 Juli 2015. Peristiwa itu terjadi di rumah pasangan tersebut di Desa Panican, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga. Hari itu, sekira pukul 05.30 WIB, sang istri Kus sedang mandi seperti biasa di kamar mandi rumahnya.
Tahu sang istri sedang mandi, Khadirin libidonya naik dan berkeinginan untuk mengajak sang istri berhubungan intim di kamar mandi. Dia kemudian menyusul sang istri ke kamar mandi dan mengutarakan niatnya untuk berhubungan intim. Mendengar jawaban istrinya yang enggan berhubungan seks di kamar mandi, Khadiri lalu membekap mulut istrinya itu lalu memperkosanya dengan kasar.
Akibat pemerkosaan yang dilakukan oleh suaminya sendiri, Kus mengalami luka di bagian alat vitalnya hingga berdarah. Bahkan Kus sempat pergi ke RSU Harapan Ibu Purbalingga untuk mengobati luka di organ intimnya. Khadiri sendiri dijerat dengan Pasal 46, Pasal 44 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
1.Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
2.Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;b. persetubuhan dengan Anak; atauc. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
3.Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan perbuatan cabul berupa:
a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atauc. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
Selain itu, Pasal 479 RUU KUHP juga mengatur mengenai pemberatan dalam hal:
1. korban adalah anak, anak kandung, anak tiri, atau anak di bawah perwaliannya
2. memaksa anak melakukan hubungan seksual dengan orang lain
3. mengakibatkan luka berat atau mati
Ancaman hukuman jika korban adalah anak, yaitu 15 tahun penjara.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan