JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pengadaan barang dan jasa di daerah masih menjadi titik rawan korupsi. Masalah ini juga muncul dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel).
“Mungkin hampir 90 persen korupsi yang ditangani, baik oleh KPK, kejaksaan, atau kepolisian di daerah, menyangkut pengadaan barang dan jasa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Dia berpendapat, kendati lelang pengadaan menggunakan e-procurement, potensi korupsi masih ada. Kerawanan muncul karena persekongkolan antara panitia lelang atau pejabat pembuat komitmen (PPK) maupun kuasa pengguna anggaran (KPA) dengan penyedia barang dan jasa.
“Atau juga para penyedia barang itu sendiri yang melakukan persekongkolan secara horizontal. Mereka mengatur siapa nanti yang akan memenangkan proyek dan baru dimasukkan di dalam dokumen-dokumen di dalam proses e-procurement,” tutur dia.
Alex menyebutkan secanggih apa pun sistem yang dibangun akan jebol bisa ada main mata. Alhasil, panitia lelang atau unit layanan pengadaan (ULP) diminta lebih jeli saat bertugas.
Sebelumnya, pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (Plt Kadis PUPRP) Kabupaten HSU, Maliki, menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa 2021-2022. Maliki diduga mematok commitment fee 15 persen dari nilai proyek.
“MK (Maliki) diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang kepada MRH (Direktur CV Hanamas Marhaini) dan FH (Direktur CV Kalpataru Fachriadi),” kata Alex.
Menurut dia, ada dua proyek yang diduga dimainkan Maliki. Proyek itu ialah rehabilitasi jaringan irigasi Desa Kayakah senilai Rp1,9 miliar serta rehabilitasi jaringan irigasi Desa Karias Dalam senilai Rp1,5 miliar.
Maliki diduga mengatur pemenang proyek. Sedianya, ada banyak perusahaan yang lebih mumpuni untuk ikut lelang proyek itu.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan