JAKARTA – Sejumlah saksi diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021. Ada sejumlah purnawirawan TNI yang diperiksa Kejagung sebagai saksi untuk mengusut kasus satelit Kemenhan tersebut.
Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kantor Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer (Jampidmil) oleh tim penyidik koneksitas.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan tahun 2012 sampai dengan 2021,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Rabu (13/3/2022).
Sejumlah saksi yang diperiksa yakni berinisial AP yang merupakan Laksamana Muda TNI (Purn) serta mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan; mantan Kepala Pusat Pengadaan Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama TNI (Purn) Ir L; mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Muda TNI (Purn) Ir L; dan Direktur Utama PT Airbus Indonesia Nusantara EMI.
Kemudian Tim Teknisi PT DNK, berinisial TVDH; Tim Ahli Kemenhan/Konsultan Persatelitan KH; dan Direktur Utama PT Satkomindo Mediyasa NI. “Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M,” ucap Ketut.
Untuk diketahui, dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut bermula saat Kemenhan menjalankan proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Proyek itu merupakan bagian dari program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan antara lain, seperti pengadaan satelit Satkomhan Mobile Satellite Service (MSS) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
Namun, menurut Jaksa Muda Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah, ada perbuatan melawan hukum dalam proses implementasi proyek tersebut. “Ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015,” kata Febrie dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).
Febrie juga menemukan adanya ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang sebetulnya tidak perlu. Namun, satelit tersebut tetap disewa, sehingga diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum.
Adapun satelit yang disewa ternyata tidak dapat berfungsi serta spesifikasinya tidak sesuai. Atas dasar itu, berdasarkan hasil diskusi dengan para auditor, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 500 miliar.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan