JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan akan mengusut kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) hingga tingkatan menteri. Kasus ini yang diduga menjadi penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng di dalam negeri dan membuat rakyat menderita.
“Bagi kami, siapa pun, menteri pun, kalau cukup bukti ada fakta, kami akan lakukan itu,” kata Burhanuddin saat konferensi pers yang disiarkan di akun Youtube Kejaksaan RI, Selasa (19/4/2022).
Diketahui, terkait kelangkaan minyak goreng ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO.
Kendati begitu, Burhanuddin mengakui jajarannya belum memeriksa Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk mengusut kasus tersebut. Hal itu mengingat penyidikan baru dilaksanakan pada awal April lalu. Walau demikian, ditegaskan Burhanuddin, jajarannya akan tetap gencar mengusut kasus tersebut.
“Kalau memang cukup bukti, kami tidak akan melakukan hal-hal yang sebenarnya harus kami lakukan, artinya siapa pun pelakunya kalau cukup bukti kami akan lakukan,”jelas Burhanuddin.
Dalam konferensi pers hari ini, Kejagung telah menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO.
“Pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, dengan perbuatan tersangka telah menerbitkan secara melawan hukum persetujuan ekspor terkait komodisi crude palm oil atau CPO dan produk turunannya,” ungkap Burhanuddin.
Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya yakni Senior Manager Corporate Permata Hijau Group berinisial SMA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, dan General Manager bagian General Affair PT Musim Mas berinisial PT.
“Ketiga tersangka telah berkomunikasi secara intens dengan tersangka IWW, sehingga Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati, PT Multimas Nabati Asahan, PT Musim Mas untuk mendapatkan persetujuan ekspor,” ucap Burhanuddin.
“Padahal perusahaan-perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor,” lanjutnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan