Mantan Kepala Divisi Propam nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo. Dok: ist

JAKARTA – Tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo, meminta maaf karena merekayasa kematian ajudannya.

Sambo menyampaikan permohonan maaf lewat sebuah pesan yang dibacakan pengacara.

“Izinkan saya sebagai manusia yang tidak lepas dari kekhilafan secara tulus meminta maaf dan memohon maaf sebesar-besarnya, khususnya kepada rekan sejawat Polri beserta keluarga, serta masyarakat luas yang terdampak akibat perbuatan saya,” kata Kuasa HukumSambo, Arman Hanis, Kamis (11/8/2022) malam.

Eks Kadiv Propam Polri itu sadar telah memberikan infomasi tidak benar kepada masyarakat.

“Saya akan patuh pada setiap proses hukum saat ini yang sedang berjalan dan nantinya di pengadilan akan saya pertanggungjawabkan,” ujar Sambo dalam pesan yang dibacakan Arman.

Sambo menegaskan perbuatannya terhadap Brigadir J murni untuk menjaga dan melindungi muruah dan kehormatan keluarga yang sangat dicintai.

“Kepada institusi yang saya banggakan, Polri, dan khususnya kepada Bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) yang sangat saya hormati, saya memohon maaf dan secara khusus kepada sejawat Polri yang memperoleh dampak langsung dari kasus ini, saya memohon maaf,” jelas dia.

Dia juga meminta maaf telah menimbulkan beragam penafsiran serta penyampaian informasi yang tidak jujur yang mencederai kepercayaan publik kepada institusi Polri. “Izinkan saya bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah saya perbuat sesuai hukum yang berlaku,” kata Sambo dalam pesan tersebut.

Untuk diketahui, Sambo adalah otak pembunuhan Brigadir J. Dia memerintahkan ajudan lain Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE) atau E menembak Brigadir J.

Kemudian, Sambo membuat skenario seolah-olah ada baku tembak. Dia menembakkan senjata Brigadir J ke dinding rumah setelah Brigadir J meregang nyawa. Polri emoh membeberkan motif pembunuhan karena sensitif. Namun, motif itu dipastikan akan terbongkar di persidangan.

Selain Sambo, polisi menetapkan Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan KM alias Kuat yang merupakan asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir Putri Candrawathi, istri Irjen Sambo, sebagai tersangka. Bharada E bertugas menembak, Bripka RR dan KM ikut menyaksikan penembakan dan tidak melaporkan rencana pembunuhan.

Keempat tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.