JAKARTA – Juru Bicara Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) T. Hari Prihartono merespon adanya Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh indonesia (Apersi) terkait Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
Hari mengatakan, pihak Apersi juga sudah menyampaikan problemnya yakni mengenai sertifikasi lahan yang sudah dikuasi oleh mereka.
“Ketika ada kesulitan tersebut mereka meminta kepada pihak kantor pertanahan untuk segera menyertifikasi lahannya. Itu berbenturan kepada kebijakan baru mengenai Lahan Sawah Dilindungi ,” kata dia kepada wartawan, di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Rabu (31/8/2022)
Dia menyebutkan ada beberapa lahan mereka yang tersebar di wilayah Indonesia, tentunya Menteri ATR/BPN meminta agar kebijakan LSD ini untuk dipelajari lebih dalam lagi.
“Diketahui bahwa salah satu yang terdekat LSD ini di Karawang. Maka saya langsung meninjau ke kantor pertanahan Karawang dan melihat petanya supaya bisa dipahami masalahnya,” ucap Hari.
Menurutnya, ada sebagian masalah yang dimiliki oleh Apersi pada lahan gang merupakan lahan penghijauan. Tentunya akan menjadi berbenturan dengan kebijakan tentang LSD ini juga baru muncul di tahun 2022.
“Sementara itu para pengembang tersebut sudah menguasai lahan semenjak tabun sebelumnya. Dimana nantinya akan menjadi penghambat dari para pengembang,” jelas Hari
Dia juga menjelaskan, bahwa seluruh lahan yang mereka miliki tidak bisa dibantu dan tetap harus memperhatikan aturan yang baru.
Dia menjelaskan, lahan yang hijau terutama persawahan tidak bisa langsung dibangun untuk perumahan maupun industri. Hal itu yang menyebabkan belum bisa dikeluarjan sertifikatnya di tingkat kantor pertanahan Karawang, Jawa Barat.
“Jadi permasalahan tersebut harus disampaikan kepada Kementerian ATR/BPN. Karena terkait dengan kebijakan tata ruangnya. Khususnya di tingkat Kementerian juga harus dibicarakan dengan Kementerian terkait yang berhubungan dengan pengaduan soal lahan hijau tersebut,” ujar Hari
Disisi lain, Hari menyebut untuk lahan milik Apersi lebih ke arah general karena mereka adalah asosiasi pengembang di seluruh Indonesia. Kasusnya harus dilihat tidak bisa di generalisir.
“Saat saya meninjau ke Karawang sekitar 10 hingga 20 persen dari lahan yang dimiliki oleh para pengembang. Bagi mereka keberatannya adalah karena sudah memiliki lahan tersebut.,” tambahnya
Hari menjelaskan, para pengembang yang sudah mengeluarkan biaya untuk memiliki lahan tersbut. Dia menilai, adanya aturan kebijakan LSD itu adalah hal yang wajar.
“Oleh karena itu pengembang juga berkewajiban memenuhi fasum itu juga harus membuat jalannya dan masjid dan harus dipotong beberapa persen untuk lahan penghijauannya,” sambung Hari.
Dia mengatakan, Menteri ATR/BPN memberikan atensi kepada para pengembang untuk perumahan rakyat menengah ke bawah. Karena tingkat kebutuhan perumahan ini cukup besar.
Dia mengungkapkan, Apersi baru menyebutkan lahan yang berada di Karawang saja dan ada beberapa tempat lainnya yang berada di Jawa dan luar Jawa.
“Menteri ATR/BPN belum secara spesifik menyebutkan untuk mengirimkan berapa tim. Karena saat itu saya sudah di atensikan untuk meninjau di karawang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) melakukan audiensi dengan Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah menyatakan, salah satu kendala di industri properti khususnya segmen rumah subsidi terkait aturan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
“Kondisi pandemi 2 tahun belakangan ini membuat industri properti lesu, tak terkecuali rumah subsidi. Walaupun kondisi sulit, Apersi berhasil mendapatkan penghargaan dari Kementerian PUPR terkait realisasi terbanyak rumah subsidi,” kata Junaidi.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan