Ma’had Al Zaytun Indramayu, Jawa Barat. Dok: ist

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut bahwa kasus yang terjadi di Ma’had Al Zaytun Indramayu, Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai paham radikalisme.

Kendati begitu, kasus itu tidak dapat diproses berdasarkan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Terorisme, karena belum tergolong sebagai tindakan terorisme.

Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigjen Pol R. Achmad Nurwakhid mengungkap dalam penanganannya, kasus di Ma’had Al Zaytun dapat ditangani oleh kepolisian umum dengan menerapkan UU selain UU terorisme, seperti UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan UU No. 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, terkait dengan situasi yang menciptakan kegaduhan.

“BNPT tetap akan membantu dalam memantau dan memberikan konsultasi kepada pemangku kepentingan terkait, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ungkapnya dalam diskusi mengenai polemik Ma’had Al Zaytun yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Senin (26/6/2023) malam.

Menurutnya, doktrin yang ada di Ma’had Al Zaytun memiliki kesamaan dengan ajaran yang ada dalam aliran Al Qiyadah Al Islamiyah atau Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq, yang sempat populer pada tahun 2016. Namun demikian, tambahnya, Panji Gumilang (Pimpinan Ma’had Al Zaytun) tidak pernah mengklaim dirinya sebagai seorang nabi.

“Panji lebih pandai bersiasat, dengan berpura-pura mencintai NKRI,” ucap dia.

Dia juga menyebutkan bahwa kasus radikalisme yang terkait dengan Ma’had Al Zaytun akan diselesaikan melalui tindakan yang baik dan edukatif, seperti pembinaan bagi pengurus dan santri.

Jurnalis: Agung Nugroho