TANGERANG – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas terus memastikan agar reformasi birokrasi dapat langsung dirasakan dampaknya ke masyarakat.
Dihadapan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Menteri Anas meminta para bupati dan jajaran untuk melakukan perubahan cara pandang dalam upaya mencapai target.
“Untuk mendorong reformasi birokrasi berdampak, perlu perubahan paradigma dari orientasi input yang cenderung administratif, di mana kita berpatokan pada berapa anggaran yang telah dan akan dihabiskan, berubah menjadi orientasi outcome yang melihat dampak kinerja nyata yang dihasilkan dan dirasakan masyarakat,” kata Menteri Anas saat menjadi narasumber dalam Rapat Kerja Nasional XV APKASI 2023, di Tangerang, Kamis (20/7/2023).
Menurut Anas, perlu dilakukan penyesuaian alokasi anggaran agar lebih memberikan dampak. Dalam konsep money follow program, ia melanjutkan, besaran anggaran dialokasikan sesuai dengan program kegiatan yang mendukung pencapaian prioritas pembangunan.
Sementara pada konsep program follow result, pemilihan program dan kegiatan harus sesuai dengan prioritas dan sasaran pembangunan.
“Upaya ini dilakukan karena tidak boleh ada satu rupiah pun anggaran instansi pemerintah yang tidak memiliki hasil atau manfaat bagi masyarakat. Sehingga kinerja dan dampak program pembangunan dapat dirasakan,” jelasnya.
Hingga tahun 2022, telah dilakukan penyelarasan antara perencanaan, penganggaran, dan kinerja di tingkat pemerintah daerah sehingga menghasilkan efisiensi dan pencegahan potensi pemborosan anggaran sebesar Rp121,9 triliun. Hal tersebut merupakan wujud efisiensi anggaran atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).
Mantan Bupati Banyuwangi ini, juga membahas terkait kinerja pegawai yang secara nasional berpredikat Baik dan Sangat Baik yang mencapai 99,76 persen.
Namun hal ini bertolak belakang dengan banyaknya pengaduan dari masyarakat, buruknya pelayanan publik, disiplin pegawai, dan masalah lainnya. Menurutnya, fenomena ini menandakan bahwa predikat kinerja pegawai belum selaras dengan capaian kinerja organisasi.
“Perlu dilakukan juga penyelarasan capaian kinerja organisasi ke kinerja individu melalui metode forced distribution. Karena kinerja organisasi akan mempresentasikan bagaimana kinerja pegawainya dan sebaliknya. Hasil evaluasi kinerja pegawai ini kedepan juga akan digunakan sebagai landasan penentuan insentif, gaji, dan penetapan talent class pegawai,” imbuh mantan Kepala LKPP ini.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan