JAKARTA – Komitmen Presiden Jokowi untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak Indonesia, dari bahaya produk rokok konvensional dan elektronik mendapatkan perhatian khusus dari pegiat kesehatan publik dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nasional.
Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau Ifdhal Kasim menyebut belum ada kejelasan status dari revisi PP 109 Tahun 2012 Mengenai Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Berdasarkan perkembangan terakhir, kata dia, praktis belum ada tindak lanjut signifikan setelah pelaksanaan Uji Publik Perubahan PP 109 Tahun 2012 yang diinisiasi oleh Kemenko PMK RI per tanggal 25 Juli 2022 lalu.
“Kami memohon kebijaksanaan Presiden Jokowi untuk segera merevisi PP 109 Tahun 2012 demi menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia,” kata Ifdhal dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (2/10/2022).
Ifdhal menilai, citra rokok elektronik yang selama ini dianggap sehat dan aman digunakan oleh publik diduga menjadi satu alasan tingginya konsumsi anak-anak Indonesia menggunakan rokok elektronik.
“Padahal sejatinya rokok elektronik tergolong produk adiktif dan destruktif yang berbahaya bagi kesehatan publik,” ucap dia.
Dr. Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengungkapkan klaim bahwa rokok elektronik aman dan sehat adalah hoaks.
“Rokok elektronik mengandung nikotin, berpotensi menyebabkan kecanduan bagi penggunanya. Rokok elektronik pun mengandung zat karsinogenik penyebab kanker dan partikel iritatif penyebab peradangan saluran nafas dan pembuluh darah. Sama seperti rokok konvensional, dalam jangka panjang, rokok elektronik berpotensi memicu penyakit seperti asma, PPOK, kanker paru, jantung koroner bahkan stroke,” jelas Agus.
Kekecewaan atas tertundanya revisi PP 109 Tahun 2012 juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Daniel Awigra. Dihubungi secara terpisah, masyarakat sipil bahkan telah siap untuk mengangkat isu pengendalian tembakau ke Komite PBB agar mendapatkan sorotan internasional.
“Kami bersama jaringan pengendalian tembakau nasional akan membawa kondisi perokok anak di Indonesia ke dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM PBB, pada November 2022. Kami berharap komunitas internasional dapat membantu meyakinkan Pemerintah RI, khususnya Presiden Jokowi, untuk melakukan kontrol ketat terhadap produk tembakau dan tembakau alternatif, minimal dengan melakukan amandemen PP 109 Tahun 2012,” ujar Awi.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan