JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Nasril Bahar menilai kinerja lifting migas Indonesia dalam 10 tahun terakhir terus mengalami penurunan dan selalu meleset dari target APBN. Hal ini membuat upaya memaksimalkan potensi pendapatan negara dari produksi Migas menjadi selalu tidak tercapai.

Selain itu dia juga berpendapat Dwi Sutjipto gagal total memimpin SKK Migas hal itu terbukti dengan meleset dan melorotnya lifting Migas Nasional selama dua periode menjabat.

Nasril menyayangkan pada periode awal Presiden Jokowi menjabat, Lifting Migas masih baik-baik saja walupun turun dari periode kepemimpinan Presiden SBY.  Namun kinerja lifting Migas semakin melorot sejak kepemimpinan Dwi Soetjipto di SKK Migas.

“Posisi SKK Migas itu sangat pokok dalam mencapai target produksi Migas, namun kenyataannya banyak proyek eksplorasi yang tidak optimal dan tepat waktu,“ tegas politisi senior PAN ini.

Dia menyebut potensi sumber Migas Nasional masih sangat besar namun banyak yang belum dieksplorasi dan disini kinerja SKK Migas dibawah kepemimpinan Dwi Soetjipto harus dipertanyakan.

“Sekalipun kinerja lifting minyak mentah dapat ditingkatkan dari 612 ribu barel per hari tahun 2022 menjadi 614 ribu barel per hari tahun 2023, dan direncanakan mencapai 625 ribu barel per hari tahun 2024, akan tetapi masih jauh dari 1 juta barel per hari,” terang dia.

Hal ini, kata dia, membuat ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak mentah belum dapat dikurangi, terutama ketika harga minyak mentah di pasar internasional mengalami kenaikan dengan situasi geopolitik Kawasan Timur Tengah dan Eropa.

“Demikian pula dengan kinerja lifting gas dari sebesar 954 ribu barel setara minyak per hari tahun 2022, walaupun secara bertahap dapat ditingkatkan menjadi 985 ribu barel setara minyak tahun 2023, dan direncanakan sebesar 1.033 ribu barel setara minyak tahun 2024. Akan tetapi kinerja lifting gas diharapkan lebih besar dari itu,” jelas dia.

Menurut Nasril, kinerja SKK Migas tidak mencapai kemajuan lifting minyak mentah dan gas secara berarti sesuai yang direncanakan. Maka, tambah Nasril, kinerja Dwi Soetjipto selaku Kepala SKK Migas dan jajarannya perlu dievaluasi oleh Komisi VII DPR RI, yang menjadi mitra kerja dan mengawasi kinerja dari SKK Migas.

“SKK Migas merupakan penggerak utama dalam memenuhi kebutuhan migas nasional sekaligus peningkatan cadangan Migas nasional, sehingga dituntut untuk terus berpacu meningkatkan lifting migas dan itu tidak terjadi di era dua periode kepemimpinan Dwi Soetjipto,” ucap dia.

Itu alasan Nasril berpendapat SKK Migas dibawah Dwi Soetjipto masih belum bisa mengatasi problema klasik dalam realisasi lifting migas.

“Sehingga masih banyak pekerjaan rumah, seperti delay onstream, pengeboran yang tidak sesuai target kebutuhan supply material produksi yang tidak tercapai,” ujar dia.

“Masih klasiknya pekerjaan rumah SKK Migas ini merupakan bukti dua periode kepemimpinan Dwi Soetjipto tidak mampu mengatasinya sehingga secara umum kinerjanya selaku Ketua SKK Migas dinilai gagal total,” pungkas Nasril.