JAKARTA — Kepala daerah memiliki gaya masing-masing ketika memimpin dan berbagi informasi, begitu juga di Balai Kota DKI. Ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno berada sebagai pucuk pimpinan, aturan ‘main’ bagi wartawan pun berubah. Di bawah kepemimpinan mereka, gerak-gerik media yang meliput di Balai Kota DKI Jakarta mulai dibatasi.

Perbedaan gaya itu membuat perubahan-perubahan di Balai Kota, termasuk perubahan tara cara peliputan bagi awak media. Sejak Basuki Tjahaja Purnama masih menjadi wakil gubernur, area lantai dua biasa digunakan untuk sesi wawancara. Awak media sering mencegat Ahok dan narasumber lain di area tersebut. Pada era Sandiaga Uno, awak media tidak lagi diperbolehkan menunggu dan wawancara di lantai dua. Sandi pernah menegur awak media yang menunggunya di depan ruangan untuk wawancara.

Kebiasaan ini berlanjut sampai ketika Djarot Saiful Hidayat menjadi wagub dan gubernur, Djarot biasanya berdiri di depan pintu ruangannya sambil meladeni pertanyaan wartawan. Saat ada rapat yang dipimpin wagub di ruangan, awak media diperbolehkan menunggu di depan ruang rapat.

Jika melihat kegiatan di agenda yang dimuat di situs www.beritajakarta.id, gubernur dan wakil gubernur diagendakan memimpin rapat koordinasi dengan seluruh direksi dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI di Ruang Pola. Awak media yang berada di dalam Ruang Pola seketika itu juga diusir keluar oleh salah satu staf Humas, dengan alasan rapat tersebut tertutup untuk media. Pada saat kejadian awak media sudah berada sekitar 15 menit di dalam ruangan tersebut.

Hal ini berbeda dengan sebelumnya, dulu sesi wawancara dilakukan di mana saja. Wawancara bisa dilakukan langsung begitu pejabat keluar dari ruang rapat. ”Yang di Balairung memang dibikin seperti itu, baru sekarang aturannya. Dikonsentrasikan untuk doorstop dikumpul di Balairung, itu semata-mata hanya untuk lebih tertib dan tertata rapi,” kata Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik Dian Ekowati saat itu ketika dihubungi wartawan, Kamis (2/11/17) siang.

Sesi wawancara pun diarahkan terpusat di ruangan Balairung, sebuah aula yang ada di tengah Balai Kota. Tersedia meja kecil yang digunakan untuk keperluan wawancara, ini berbeda dengan sebelumnya. Dulu sesi wawancara dilakukan di mana saja. Wawancara bisa dilakukan langsung begitu pejabat keluar dari ruang rapat.

Bukan hanya tempat wawancara saja yang diatur, melainkan saat ini SKPD-SKPD atau kepala-kepala dinas semakin irit bicara saat ditanya setiap persoalan yang lebih teknis. Terkait hal tersebut Sandiaga Uno memberi penjelasan mengenai kegiatan doorstop yang saat ini dilakukan di Balairung, dia mengatakan itu memang perintahnya agar doorstop tidak dilakukan di depan ruangnya. “Saya perintahkan yang habis ketemu saya harus ke Balairung, mereka satu-persatu melayani temen media. Mestinya kalo keluar mereka harus jelaskan di bawah, ” ujarnya kepada wartawan di lapangan Monas, Jumat (3/11/17) siang.

Hal lain yang berbeda adalah masalah rapat-rapat. Rapat yang sifatnya pengarahan dari Anies-Sandiaga digelar tertutup. Contohnya seperti rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2018 serta rapat pengarahan direksi BUMD. Berlangsungnya rapat itu digelar tertutup meskipun setelahnya Anies bersedia memberi keterangan. Terkait hal itu, Dian mengatakan, pengaturan dilakukan agar lebih tertib. (Jones)