JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menggelar Jumpa Pers, Jumat (27/7) pagi tadi, telah menyimpulkan Pantauan Komnas HAM atas meninggalnya seorang wartawan Muhamad Yusuf (42) di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Diketahui bahwa Muhamad Yusuf aktif memberitakan konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit di Pulau Laut Tengah, Kab. Kotabaru secara berkesinambungan.

Ia menghembuskan nafas terakhir ditahanan Lapas Kelas II B Kotabaru pada 10 Juni 2018 lalu dan meninggalkan dua anaknya yang masih kecil berumur 3 dan 6 tahun.

M. Yusuf dijerat UU ITE dari laporan perusahaan ke Polres Kotabaru atas berita yang dibuatnya tentang penggusuran masyarakat yang terjadi di Pulau Laut Tengah. Peristiwa kematian M. Yusuf ini, menjadikannya sebagai seorang wartawan yang pemberani dan pahlawan bagi masyarakat di sana.

Dalam keterangan resmi dari Komnas HAM menyebut kondisi M. Yusuf sebelum ditahan memang dalam keadaan sakit jantung. Komnas HAM menilai bahwa para penegak hukum, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan dan Pihak Lapas tidak mempertimbangkan kondisi kesehatan tersebut, sampai akhirnya meninggal dunia.

Usai mendapat informasi dari hasil Komnas HAM, Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Suriyanto, SH, MH, MKn menyampaikan tanggapannya bahwa pihaknya akan menjadikan kesimpulan Komnas HAM itu sebagai bahan tambahan laporannya ke Internasional lewat PBB tentang rusaknya Kebebasan Pers yang terjadi di Indonesia.

Ia mengatakan, kesimpulan Komnas HAM sangat singkron dengan hasil Team Investigasi DPP-PWRI yang dibentuknya. Bahkan sudah melakukan kajian data dan empiris ke lapangan.

Team Investigasi yang dibentuk PWRI mengarah kepada telah rusaknya kebebasan pers di Indonesia, yang melibatkan korporat negara secara masif sebagai penyebab kematian M. Yusuf dalam melakukan tugas kewartawanannya.

Suriyanto beralasan membawa hal ini ke jalur internasional, karena Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19, ditentukan ;Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah.

Kemudian, UUD 1945 dalam pasal 28 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dan juga Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia antara lain menentukan bahwa setiap orang berkah berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Begitu pula Indonesia sebagai negara hukum, ada peraturan yang melindungi kewartawanan yakni Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang PERS. Antara lain dinyatakan bahwa Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum, pasal 2 dan Kemerdekaan Pers dijamin sebagai Hak Asasi Manusia, pasal 4 ayat (1).

Inilah yang menjadi alasan dirinya akan membawa peristiwa yang dialami wartawan M. Yusuf ke dunia internasional, mengingat juga banyak bahkan ratusan wartawan media kecil/menengah yang dihadapkan dengan hukum diluar undang-undang pers atas laporan penguasa, ungkapnya. (Sumber: sinarpagibaru/Rochman)